Monday, October 1, 2007

Glastnost - keterbukaan

Salam dari Geneva. Siang hari sehabis makan siang. Baru saja selesai acara pertemuan. Masih ada janjian untuk ketemu seseorang nanti jam tiga. Penerbangan pulang nanti malam jam setengah tujuh. Sambil menunggu saya mulai menulis cerita ini. Kali ini agak berat, bicara tentang politik. Sejarah politik tentang keterbukaan dan kebebasan.

Keterbukaan selalu merupakan kata mutiara yang harus diamalkan di dunia nyata bagi para tokoh demokrasi. Demokrasi tak bisa dipisahkan dengan keterbukaan dan kebebasan. Kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan kebebasan untuk melihat sesuatu secara jernih. Dalam situasi keterbukaan manusia bisa melihat dengan jernih dan pikiran tenang. Saya selalu mencoba mengerti, menghayati dan kadang kadang melihat keterbukaan ini dengan kebebasan yang ada dalam rambu rambu hukum dan sosial.

Bagi yang berminat dalam sejarah politik, pasti akan ingat siapa yang melontarkan kata
Glasnost, yang hakekatnya bermakna keterbukaan. Adalah mantan presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Glasnost yang dia pelopori telah meruntuhkan negara adi daya Uni Soviet dan negara negara Pakta Warsawa. Eksperimen sosial politik paham komunisme yang telah berjalan lebih dari lima puluh tahun luluh lantak dengan runtuhnya sistem komunisme di berbagai negara.

Saya bukan ahli politik dan selalu gagal mempelajari perkembangan wahana keterbukaan ini dari kaca mata politik. Selalu macet di tengah jalan. Inilah kisah konyol ketidak mampuan saya membaca artikel tentang Mikhail Gorbachev dan teori glasnost dan perestroika.

Beberapa bulan lalu saya bersama Nyi dalam perjalanan pulang ke Yogya, lewat Singapura. Menunggu sambungan penerbangan ke Jakarta selama dua jam di bandara Changi. Saya mencoba membaca artikel yang menceritakan tentang riwayat gerakan glasnost dan perestroika yang digalakkan oleh Presiden Mikhail Gorbachev. Mula mula memang sangat asyik membaca artikel tersebut. Tetapi lama lama kok jenuh, kemampuan mengikuti dan berkonsentrasi terhadap pokok masalah buyar. Rupanya lebih menarik melihat gaya bicara presiden Mikhail Gorbachev di televisi dari pada membaca pikiran pikirannya lewat artikel dari penulis politik. Kemampuan imaginasi saya begitu terbatas untuk mengendapkan pengertian glastnost dan perestroika.

Saya mencoba istirahat mau tiduran sebentar. Kaca mata gelap yang barusan dibeli saya pakai supaya bisa memejamkan mata sejenak. Nyi Ageng sudah jalan jalan sendiri lihat toko toko di bandara. Saya mulai mengantuk. Banyak orang bisa menikmati rasa kantuk, terutama kalau pas rapat atau mendengarkan pidato. Saat itu saya sempat menikmati rasa kantuk yang membelai.

Tak saya sadari seorang bapak bersama isteri dan dua anak gadisnya, duduk di muka saya. Dia kira kira pertengahan empat puluhan, nampak ganteng dan berwibawa. Saya tetap menikmati rasa kantuk saya. Mereka ngobrol sambil bergurau akrab. Kelihatan bahagia benar. Mereka ngobrol sambil bergurau ringan. Kedua anak gadisnya nampak manja sama sang bapak.

Tak lama kemudian ada dua wanita, ibu ibu dengan pakaian modis duduk di sebelah kiri saya. Keduanya memakai celana panjang jean. Juga ngobrol asyik sendiri sambil ketawa renyah. Kadang2 cekikikan. Boleh tahan lah. Si bapak yang tadinya ramai bergurau dengan isteri dan kedua anak gadisnya kemudian diam asyik membaca koran. Serius benar. Sambil lalu saya melihat wajahnya dibalik lembaran koran, tetapi pandangan matanya kok nggak fokus membaca koran. Mula mula saya nggak perhatian. Tetapi lama lama kok mulai bertanya Instink intel saya mengatakan, something is going wrong. Tiba tiba saja instink muncul, pengin tahu apa yang terjadi.

Saya menoleh ke arah kedua ibu ibu yang asyik ngobrol ketawa ketawa renyah tadi. Eee ladalah ternyata mereka berdua mengenakan celana panjang dan baju kaos seksi. Nampak jelas bagian perut mereka terbuka dan sangat mudah terlihat walau tanpa kijker. Batin saya, inilah penyebab bapak itu asyik sekali pura pura baca koran. Belum habis rasa kaget saya, ternyata baru saya sadar kalau isteri bapak tadi dan kedua anak gadisnya juga memakai pakaian dengan gaya modis yang sama, perut terbuka. Transparan dan demonstratif.. Saya hanya bisa menyebut ”Aja kagetan lan aja gumunan" Jamane jaman keterbukaan dan transparansi. Nggak ngimpi nggak ada firasat apa apa, kok wudel (pusar) bertaburan. Inilah refleksi dari teori glastnost yang sedang saya baca tadi.

Dalam beberapa tahun terakhir memang nampak benar berkembangnya mode pakaian dengan perut terbuka. Pusar terlihat jelas sebagai lambang keterbukaan dan kebebasan individu, sekaligus lambang kecantikan. Tak hanya di kalangan anak gadis belasan tahun, tetapi juga di kalangan ibu ibu. Sah sah saja dan saya tidak ada maksud menghujatnya sama sekali. Toh ini hak dan kesenangan masing masing orang. Nggak ada manfaatnya menghujat. Kalau senang ya dilihat atau diterapkan. Kalau nggak senang ya diamkan saja. Tetapi kalau ada mata yang melirik jangan gampang mengeluh pelecehan. Yang melihat kan juga punya kebebasan untuk melihat dengan jernih.

Ingatan saya mencoba kembali ke teori glasnost dan perestroika dari presiden Mikhail Gorbachev. Keterbukaan dan kebebasan. Ternyata jauh lebih mudah mencerna teori itu dari sisi mode pakaian masa kini. Tak perlu banyak konsentrasi dan imaginasi. Semua gampang dimengerti. Tak perlu teori muluk muluk tentang ilmu politik. Orang bisa saja menghujat, namanya Ki Ageng kok suka melirik wudel. Lha wong namanya negara adidaya Uni Soviet saja runtuh karena keterbukaan dan kebebasan, kok manusia biasa harus menutup mata pura pura nggak melihat. Kan ini juga bagian dari kebebasan melihat dengan jernih dan jelas. Hanya manusia biasa.

Jamannya ya memang jaman keterbukaan. Kebijakan dan administrasi publik harus transparan dan terbuka. Tak secepat yang dibayangkan. Korupsi dan penyelewengan kewenangan publik masih merajalela. Masih kalah cepat dengan perkembangan keterbukaan wudel sama perut bo.

Wis embuh lur, jamane jaman edan.

Salam damai dan keterbukaan.

Ki Ageng Similikithi

(Dimuat di Kolom kita Kompas Cyber Media, 1 Oktober 2007)

3 comments:

masirfan said...

Dear sir. I'm a student from Indonesia. I found your article and found it useful for my assignment. May I quote it?

Thank you.

Irfan - burningowl.blogspot.com

Ki Ageng Similikithi said...

Dear Masirfan,

I am happy that you quote my article. Please do so. all the best
BS

Anonymous said...

thank you sir about your opinion sbout glastnost and perestroika.