Wednesday, July 31, 2013

I am on my way to Tengri Loo


Terhenyak saya menerima pesan singkat di inboks. Sangat singkat.  I am on my way to Tengri Loo. How are you my dear ?  Menjelang tengah malam ketika menerima pesan itu. Belum jernih benar siapa si pengirim.  Akhir akhir ini memang sering banyak pesan masuk inboks. Isinya macam macam, kadang aneh. Sambil lalu saya balas “ I am fine. Whats up?”.  Beberapa saat kemudian dia membalas lagi. “You must have forgotten me. We were supposed to go to Issyk Kul”.

Kaget setengah mati ketika dia menyebut Issyk Kul. Danau indah di Asia Tengah.  Lebih dua puluh tahun  telah berlalu.  Kami bertemu dalam suatu misi di Kyrgistan,   Aika baru beberapa tahun kembali dari Sophia, Bulgaria. Sejak sekolah menengah  tinggal  di Bulgaria dan menamatkan pendidikan universitas.Di awal  sembilan puluhan, setelah Kyrgiztan lepas dari Uni Soviet, dia mendapatkan tugas mengepalai  unit logistik dibawah  Kementrian Kesehatan.  Kami berempat  dengan beberapa kolega dari kantor Eropa waktu itu, diundang pemerintah Kyrgiztan untuk  membantu transisi dari sistem Uni Soviet ke sistem yang lebih modern yang  dianut banyak negara di dunia. Tidak gampang. Telah ada sistem tetapi kolaps. Lebih mudah datang di negara2  kurang berkembang dimana belum ada sistem sama sekali.
Aika adalah salah satu anggota tim tuan rumah waktu itu. Berhari hari kami diskusi dengan mereka untuk memformulasi kebijaksanaan nasional dalam bidang farmasi. Aika ternyata professional muda yang sangat dinamis. Charming and intelligent.  Sangat mudah bergaul. Dalam kelompok selalu  bisa mengatasi perbedaan.  Kami semua dibuat terkagum kagum.

Kami tinggal di suatu hotel di tepi kota Bishkek.  Di belakang hotel terhampar padang rumput yang luas. Lupa bulannya ketika itu, tetapi cuaca masih dingin buat saya untuk berjalan jalan di padang itu. Beberapa orang sering lalu lalang di padang naik kuda. Suatu sore kami jalan jalan dengan Aika. Dia mengajak naik kuda.  “Saya berdarah Mongolia, sangat akrab dengan kuda, di waktu liburan”.  Saya sekali memberanikan diri naik kuda, suatu sore. Mungkin nampak aneh dan kikuk.  Saya bilang, terakhir saya naik kuda waktu umur 13 tahun. Jatuh dari pelana, terseret dan kapok tidak pernah mencobanya lagi.

Sewaktu kecil, memang kami punya dua kuda. Satu kuda pacu yang tidak begitu ramah, dan satunya kuda tunggang,namanya Mirah. Kuda pacu kami mati sakit tetanus karena dibacok seseorang pada suatu malam di tahun  60, menjelang perlombaan se kawedanan.  Kuda bisu itu memang  pendiam tetapi telah beberapa kali memenangkan kejuaraan di Ambarawa dan sekitarnya.  Kami begitu kehilangan waktu itu. Ayah saya memutuskan untuk tidak lagi memelihara kuda sampai akhir hayatnya.
Memandang Aika memacu kuda dalam suasana sore yang redup  sangat menakjubkan.  Pemandangan indah.  Rambutnya berjurai  tertiup angin. Tubuhnya  bergerak  luwes berirama mengikuti derap kuda. Mungkin seperti yang sering digambarkan dalam cerita, tentara perempuan  Mongolia, yang begitu terampil di punggung kuda.  Aika berwajah jelita. Seperti kebanyakan wanita Kyrgiztan, warna  putih bersih, walau  sedikit pucat.

“Jika ada waktu, lebih baik tunda keberangkatanmu. Saya temani ke Issyk Kul beberapa hari”.  Issyk Kul adalah danau indah di  daerah perbukitan  Tengri Loo arah Timur Laut.  Di dekat perbatasan dengan Xinjian province China.Orang China menyebut  Tengri Loo dengan Tian Shan.  Tidak mungkin merubah jadual perjalanan. Kami dalam misi resmi.  Aika pula yang mengatur kenang kenangan  dari Wakil Perdana Menteri. Teman teman dihadiahi kenang kenangan kotak  catur dari gading. Saya bilang tidak main catur. Kemudian diberi topi khas Kyrgiztan dan cambuk kuda dari kulit.  Saya tidak mengharapkan hadiah sebenarnya, tetapi I love this hat, thank you so much dear.

Dia bersama rombongan mengantar kami sampai ke perbatasan.  Berhenti beberapa waktu di atas perbukitan. Menjelang sore ketika itu. Sejauh mata memandang hanya padang rumput warna keemasan bergelombang naik turun. Kami disuguh daging kambing yang di panggang. Ada banyak paha kambing dihidangkan waktu itu. Beberapa orang mulai menari setelah minum. Saya tidak  ikut minum.Nggak terbiasa. Kesulitan yang saya hadapi di Kyrgiztan hanya satu. Makanan hanya daging sama keju dan  susu. Jarang sekali jumpa sayuran.  Aika  memeluk erat saat kami berpisah. Saya yakin ini bukan tradisi Kyrgiztan, tetapi pasti dari Sophia. “ We are supposed to go to Issyk Kul”, sapanya sambil berkaca.  Kami berpisah. Malam itu jalan darat menuju Almaty, Kazakhtan. Tiba di sana tengah malam.
Pagi sekali naik pesawat dari bandara Almaty, lewat Frankfurt,  Bangkok, dan Jakarta. Sewaktu datang pertama di Kazakhtan dulu, saya benar benar kaget. Orangnya wajahnya   khas Asia, tetapi badannya tinggi tinggi seperti orang Eropa. Saya pikir, ini Eropa enggak, Asia juga enggak, sampai saya tilpon Nyi. Di Frankfurt sebelumnya pemegang paspor Indonesia tidak perlu visa. Tetapi waktu datang sepuluh hari sebelumnya, saya telah dapat visa on arrival, bayar  10 DM. Meski punya visa,imigrasi ketatnya nggak karuan. Mereka sangat hati hati oleh karena banyak orang Asia Tengah masuk Eropa waktu itu.
Beberapa kali masih sempat kontak lewat surat dengan Aika.  Pernah minta dibuatkan tulisan yang indah. Saya kirimkan catatan singkat berjudul   Elegant  Lady from Tengri Loo. Lama tak mendengar kabar kemudian.  Sepuluh tahun berlalu, di awal tahun dua ribu, kami tak sengaja bertemu  di Geneva. Dia bukan lagi seorang  smart young professional. Dia sudah menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.   Dia memimpin delegasi negaranya dalam negosiasi. Kami sempat makan malam dan ngobrol di salah satu rumah makan ditepi danau.  Obrolan ringan. Dia masih  bilang ‘ We were supposed to go to Issyk Kul”.
Pertemuan terakhir kami lebih setahun lalu di Sydney. Dalam suatu konperensi Asia Pasifik. Tak pernah ada dalam agenda, tetapi saya memang bermaksud pamitan pension kepada teman teman. Aika datang sehari sebelum konperensi. Saya kaget setengah mati ketika menerima pesannya di hotel. Saya tidak pernah memberitahunya.  “Staf saya bilang kau disini Ki,mau pension. Saya kebetulan juga sedang di Canberra”.  You must be very happy to retire. I hope I can come to Borobudur, and you can come to Issyk Kul. Kami mengobrol  di salah satu rumah makan di Darling Harbour. Saya tidak bisa  tenang.  Power point plenary lecture saya belum saya finalkan.
Pesan singkat dalam inboks kali ini ditutup dengan kata katanya yang  khas. So long my dear.  Terbersit dalam benak saya “An elegant lady from Tengri Loo”.
Salam damai
Ki Agen Similikithi