Saturday, December 25, 2010

Cerita perjalanan anak manusia – Novita

Ceritanya keluar pelahan. Dengan terbata dia menceritakan kisah perjalanan hidup yang getir. Suatu sore di penghujung tahun 2010, saya mewawancarai Novita. Umur dua puluh satu tahun. Asal dari desa Kaliangkrik Magelang. Anak sulung dari tiga bersaudara dari satu keluarga petani sederhana. Meski begitu, dia berhasil mencapai kelas dua SMA, di Salaman dan keluar tahun 2004 tanpa sebab yang jelas. Mungkin karena alasan ekonomi juga.

Seperti halnya anak muda pada umumnya di pedesaan, Novita meninggalkan desanya dan harus hijrah ke kota untuk menopang hidup. Juga untuk menghidupi anak lelakinya yang masih berumur delapan bulan, Rio. Rio ditinggalkan di desa dan diasuh oleh orang tua Novita. Pendidikan sampai kelas dua SMA ternyata tak banyak bisa membantu untuk mengangkat dirinya keluar dari cengkeraman sang nasib dan penderitaan. Konon masih banyak gadis desa terpencil, juga di wilayah Kaliangkrik, yang tak sampai meneruskan sekolah sesudah tamat sekolah dasar.

Menurut seorang teman yang banyak berkunjung ke wilayah Kaliangkrik, di salah satu desa terpencil di atas bukit, hanya lima anak dari dua puluh lima anak perempuan lulus sekolah dasar, yang meneruskan ke jenjang sekolah menengah pertama. Sebagian besar karena faktor ekonomi, tak ada uang untuk beaya pendidikan dan naik ojek ke sekolah yang berjarak beberapa kilometer dari desa. Juga karena mereka sebagian besar harus segera membantu orang tua masing masing mengerjakan pekerjaan rumah dan mengolah tanah. Anak anak ini kehilangan kesempatan pendidikan. Tak memungkinkan mereka keluar dari lingkaran kemiskinan. Pendidikan adalah salah satu pilihan untuk mengentaskan mereka keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan. Sebagian besar kemudian akan terjebak dalam perkawinan dini dengan segala konsekuensinya.

Novita memasuki jenjang perkawinan empat tahun silam di tahun 2006 dalam usia tujuh belas tahun. Bermula dari perkenalan singkat dengan seorang pemuda bernama Boi. Boi berasal dari Purworejo, lulusan SMA dan bekerja di bengkel motor. Mereka kenal karena pesan singkat yang katanya salah alamat masuk ke tilpun seluler Novita. Setelah berganti pesan beberapa kali, Boi datang menemui Novita di rumahnya di desa Kaliangkrik. Singkat cerita kemudian mereka saling jatuh cinta dan berpacaran beberapa lama. Setelah dua bulan mereka memutuskan untuk naik ke jenjang perkawinan. Penuh impian indah masa depan. Orang tua Novita sebenarnya tak begitu menyetujui perkawinan mereka oleh karena Novita saat itu usianya masih tujuh belas tahun.

Setelah perkawinan lewat beberapa saat, iImpian impian indah mereka kandas satu persatu menghadapi kerasnya hidup. Sesudah kawin mereka menumpang tinggal bersama dengan orang tua Boi, yang mantan pensiunan tentara. Boi masih terus bekerja di bengkel motor. Namun tak urung mereka masih juga menggantungkan bantuan orang tua untuk menutup kebutuhan sehari hari. Tak bisa dipungkiri, berapa besar penghasilan seorang pegawai bengkel. Walau ada keinginan untuk berdiri sendiri tetapi kenyataan lapangan kerja tak banyak memberikan pilihan. Boi hanya mengantongi pendidikan SMA. Tak ada keterampilan dan keahlian khusus. Novita sempat mengambil kursus komputer untuk meningkatkan keterampilannya di Purworejo.

Pernah berdua hijrah ke Kalimantan, Boi bekerja sebagai nelayan di Ketapang. Mereka harus menjual kendaraan milik orang tua untuk sangu. Tetapi rupanya nasib tak berpihak kepada mereka. Setelah genap empat bulan, mereka kembali ke Purworejo, kehabisan modal. Boi kembali bekerja di bengkel. Untuk kehidupan sehari hari harus tetap bergantung bantuan orang tua.

Cerita klasik yang sering terjadi dalam perkawinan dini. Kesulitan hidup sehari hari ternyata membawa dampak negatif terhadap kesehatan reproduksi Novi. Berturut turut mengalami keguguran dua kali semenjak perkawinan. Anak pertama terlahir sehat di tahun 2010, ketika kehidupan suami isteri telah berubah total. Hubungan romantis yang mereka impikan telah berubah secara perlahan tanpa mereka sadari. Hubungan telah berubah tegang dari waktu ke waktu.

Ini penuturan Novi. Mungkin hanya sepihak tetapi menggambarkan apa yang dia alami. Perangai sang suami ternyata berubah seratus delapan puluh derajat semenjak perkawinan. Sering mabuk dan melakukan kekerasan fisik. Boi ternyata sangat ringan tangan dalam setiap menghadapi beda pendapat. Seolah tak mampu mengendalikan emosinya jika beradu pendapat. Banyak kali Novi menerima perlakuan kekerasan. Bahkan yang sangat membahayakan keselamatannya meskipun hanya kekeliruan atau perbedaan pendapat yang kecil saja. Suatu saat di Ketapang, pernah disiram bensin dan sudah diancam dengan korek api yang siap disulut. Juga banyak kali, pisau ditempelkan di lehernya. Bahkan suatu saat anak dalam gendongannya pernah terkena pukulan, untung tak cedera.

Kesulitan ekonomi dan pekerjaan sering berdampak dalam keharmonisan rumah tangga, dan mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Setiap kekerasan berlalu, Boi selalu minta maaf dan bersumpah tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Namun kekerasan itu berulang juga dari waktu ke waktu. Akhirnya di awal tahun 2010,dengan membawa anaknya yang masih berumur beberapa bulan, Novi kembali ke rumah orang tuanya di Kaliangkrik. Namun tak mungkin dia menggantungkan diri pada oorang tuanya. Mereka hanyalah petani sederhana, dan masih harus menanggung kedua adiknya.

Di penghujung tahun 2010 ini Novi memutuskan untuk mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di kota melalui agen tenaga kerja. Keinginannya hanya satu, membesarkan anaknya tersayang Rio. Beberapa kali Boi menghubungi mengajaknya rujuk kembali, tetapi dia masih merasa ketakutan untuk kembali hidup bersama. Dia ingin lepas dai ikatan perkawinan itu. Namun Boi berulang kali menyatakan, tidak ingin pisah, ingin kembali bersama dan berjanji menghentikan kebiasaan buruknya. Namun Novi merasa itu hanya janji semata seperti yang sudah sudah. Semua telah berlalu. Hanya ingin menatap masa depan demi anaknya. Inilah pesan sederhananya “ Jangan sia-siakan isteri, agar isteri selalu dihargai, jangan dianggap pembantu”.

Kadang nasib datang mendera anak manusia tanpa ampun. Hanya dia sendiri yang harus menentukan pilihan terbaik dalam hidup ini. Hidup adalah pilihan anak muda, bukan hanya nasib. Tentukan pilihan anda dan mantapkan langkah untuk menggapai pilihan itu.
Salam damai, selamat Natal dan Tahun Baru 2011.
Ki Ageng Similikithi