Saturday, September 29, 2007

Gray''s Anatomy

Salam dari bandara Frankfurt. Jam tujuh pagi. Barusan tiba untuk transit ke Geneva. Ada waktu dua jam lebih menunggu. Semalam berangkat jam sembilan dari bandara Nino Aquino, Manila dengan pesawat Lufthansa. Lumayan bisa tidur lelap dan menikmati dua filem, Mr. Bean dan Gray's Anatomy. Filem kedua dibintangi oleh bintang2 tenar yang menggambarkan cerita ringan pengalaman para calon dokter sewaktu pertama kali kerja praktek di klinik. Cerita ini mengingatkan saat saat saya menjalani kepaniteraan klinik pertama kali di awal tahun tujuh puluhan. Kasus kasus serupa juga kami hadapi waktu itu hanya teknologi diagnostik dan terapi yang diperlihatkan dalam film ini benar2 mutakhir.

Hanya saja judulnya kok nggak pas benar . Gray's Anatomy adalah judul buku teks sekaligus atlas anatomi yang pasti setiap mahasiswa kedokteran di seluruh dunia selalu menekuninya sewaktu mereka mengambil mata kuliah anatomi di tahun pertama atau ke dua. Di Indonesia dan di Eropa mungkin banyak dipakai buku teks/atlas anatomi Spalteholz. Cuma yang terakhir ini harganya memang lebih mahal. Buku buku ini lebih banyak dipakai di tahun tahun awal kedokteran, dan nggak terlalu banyak dipakai waktu para calon dokter masuk praktek klinik.

Dikisahkan ketika para calon dokter ini menghadapi pasien dengan berbagai jenis penyakit pada siklus pertama kerja praktek di rumah sakit. Di Indonesia sering dikenal dengan istilah ko-skap atau kepaniteraan klinik. Beberapa kasus klinik yang ditampilkan adalah khas kasus kasus yang dihadapi dalam pelayanan darurat di rumah sakit. Ada kasus emboli paru yakni masuknya udara ke pembuluh darah paru sebagai komplikasi operasi, aneurisma (pelebaran) pembuluh darah di otak , operasi apendektomi dan lain lain. Pokoknya segala macam kasus sehari hari yang dihadapi dirumah sakit rujukan.

Ingatan saya melayang di tahun 1974. Kejadian yang saya ceritakan ini hanyalah sebagian kecil dari ragam kasus dan peristiwa yang terjadi semasa ke paniteraan klinik Kejadian pertama di rumah sakit umum Klaten, waktu itu namanya belum RS DR Soeradji. Saya menjalani kerja praktek di Bagian Kandungan dan Kebidanan bersama beberapa orang teman. Jika nggak salah kami bertiga atau berempat. Ada seorang dokter asisten ahli, yang sedang menjalani tahun terakhir pendidikan spesialisasi yang juga sedang dinas di rumah sakit tersebut. Dokter S yang menurut hemat kami sangat terampil dan intelligent. Kami semua tidur di rumah sakit. Harus siap 24 jam. Suatu siang ada kasus kehamilan mola. Suatu kelainan kehamilan yang berkembang menjadi tumor seperti buah anggur. Siang hari pasien telah menjalani operasi dengan lancar, tak ada keluhan apa apa. Operasi berjalan lancar. Saya menjadi asisten dua operasi.

Salah satu komplikasi paska operasi yang paling ditakuti adalah emboli pembuluh darah paru. Semua prosedur telah dilakukan dengan lancar termasuk pencegahan komplikasi paska operasi. Dokter S sesaat sesudah operasi mengatakan, semua tindakan yang diperlukan telah dijalankan. Bila komplikasi emboli paru terjadi, angka kematian masih sangat tinggi waktu itu. Sebagian besar kasus emboli paru biasanya gagal teratasi dan meninggal. Sore dan malam itu sangat tenang. Nggak banyak pasien darurat yang masuk. Semua pasien rawat inap terawasi dengan baik. Jam sembilan malam saya masih berkeliling bangsal mencek kondisi pasien terutama yang menjalani operasi atau tindakan di siang harinya.

Jam sebelas malam saya kembali ke kamar. Jam 0230 tiba tiba dibangunkan "Pasien X mendadak nyeri dada dan sesak napas".Saya begitu terkejut dan lari ke bangsal. Saya dapati pasien yang tadi siang menjalani operasi mengangkat kehamilan mola, dalam kesakitan hebat dan sesak napas. Dokter S berlari datang kurang dari lima menit kemudian. Saya sempat berteriak "Dok emboli paru". Hati saya sangat kecut. Terapi yang diperlukan kami berikan termasuk morfin untuk mengurangi nyeri dan pemasangan oksigen. Jam 0300 pasien membaik, tensi membaik, nyeri berkurang dan pasien bisa tertidur kembali. Pasien dalam pengawasan ketat. Kami diharuskan mengontrol setiap saat. Direncanakan untuk merujuk kasus ke rumah sakit yang lebih lengkap di Yogya. Jam delapan pagi sesak napas menghebat dan pasien tak tertolong meskipun semua penanganan yang ada telah diberikan. Semua tercekam kebekuan.

Tak seperti dalam film Gray's Anatomy, di mana para ko-asisten nampak begitu ceria walaupun juga ada kasus yang meninggal, kami bertiga begitu terdiam dan tegang menyiapkan laporan kematian. Ini kasus kematian pertama yang saya hadapi sejak masuk kepaniteraan klinik sejak beberapa bulan lalu. Dokter S nampak tetap tenang dan menyampaikan ucapan belasungkawa ke keluarga pasien. Kami sudah berusaha mengatasi semaksimal mungkin.

Kasus lain yang saya tak akan lupa adalah sewaktu menerima pasien rujukan dari Gunung Kidul di rumah sakit Mangkuyudan Yogyakarta. Suatu sore yang tenang, saya kebetulan jaga dan habis mandi sore hari. Tiba tiba datang kiriman pasien diangkut dengan mobil kolt. Seorang wanita umur antara tiga puluhan dalam proses persalinan. Sebelumnya telah ditangani dukun (laki2). Berdasarkan wawancara dengan suami pasien, rupanya karena persalinan nggak maju dukun mendiagnosa bahwa jalan lahir dihalangi oleh setan. Dukun mendorong perut pasien dengan kaki, dan kemudian terjadi perdarahan hebat. Pasien dalam keadaan syok, tekanan darah sangat rendah. Pemeriksaan memastikan kalau sudah terjadi ruptura kandungan atau dinding kandungan robek. Dokter senior secepat mungkin dilapori tindakan operasi disiapkan.

Saya bertugas menjelaskan ke suami pasien dan mendapatkan persetujuan untuk operasi darurat. Saya ikut sebagai asisten 2 operasi. Operasi bisa dimulai dalam waktu relatif singkat. Sewaktu dinding perut dibuka, nampak jelas kandungan sudah pecah dengan robekan di berbagai tempat. Janin sudah meninggal dan sebagian lengan janin nampak di luar kandungan. Jaringan kandungan sudah sangat rapuh. Nggak mungkin menyambung dengan menjahitnya. Satu satunya cara untuk menyelamatkan nyawa pasien adalah mengangkat kandungan. Tak mungkin memberitahu lagi keluarga pasien oleh karena balapan dengan waktu. Hati saya kecut dan pesimis kalau pasien akan teratasi dengan kondisi kandungan demikian parah. Dukun itu memang keparat. Operasi berjalan baik, kondisi pasien stabil. Pasien sembuh setelah lewat seminggu. Walaupun hanya ko asisten, kami merasa sangat bersyukur melihat pasien pulang dengan kondisi sehat.

Suasana kepaniteraan klinik (internship) memang menarik dalam film. Dalam kenyataannya tidaklah seceria yang dibayangkan. Dari hari ke hari tekanan datang silih berganti. Pasien gawat datang silih berganti. Kadang berhasil ditangani kadang kadang gagal. Sering dampak psikologis menyaksikan saat saat terakhir pasien menghembuskan napas, tidaklah mudah hilang dari ingatan.

Saya menyelesaikan tulisan ini di Geneva sambil mengikuti rapat. Baru sadar kalau kaca mata saya ketinggalan di bandara Frankfurt sewaktu kontrol keamanan sebelum masuk anjungan keberangkatan. Luftansa katanya mau ngirim kok belum ada berita.

Ki Ageng Similikithi

(Dimuat di Klom Kita Kompas Cybermeda, 29 September 2007)

4 comments:

Unknown said...

Hay dok.. saya penderita emboli paru ssh 1 thn ini. Saya divonis pasca operasi caesar anak pertama thn lalu. Sampai saat ini blm ada kemajuan. Apa saya bs d bantu dok.

Mima
Moktafianty@yahoo.co.id

Unknown said...

Hay dok.. saya penderita emboli paru ssh 1 thn ini. Saya divonis pasca operasi caesar anak pertama thn lalu. Sampai saat ini blm ada kemajuan. Apa saya bs d bantu dok.

Mima
Moktafianty@yahoo.co.id

Unknown said...

Hay dok.. saya penderita emboli paru ssh 1 thn ini. Saya divonis pasca operasi caesar anak pertama thn lalu. Sampai saat ini blm ada kemajuan. Apa saya bs d bantu dok.

Mima
Moktafianty@yahoo.co.id

Ki Ageng Similikithi said...

Mohon maaf ibu Mima, saya baru baca pertanyaannya. yang perlu terus dilakukan adalah memonitor seketat mungkin. Gejala kadang beragam sekali. Tetapi rutin selalu periksa dan juga terapi pengenceran darah (dekoagulasi). Konsultasi terus dengan dokter yang menangani pasti, terutama perubahan yang terjadi.
Salam