Friday, September 7, 2007

Lamunan di antara lembah dan bukit

Salam hangat untuk semua. Cerita kali ini tentang lembah, gunung dan bukit. Tentang alam dan lingkungan alam. Saya dibesarkan di kaki perbukitan. Di tepian hamparan lembah yang indah. Saya selalu mempunyai kesan khusus tentang bukit, tentang gunung dan lembah. Di masa kecil lamunan selalu merayap menelusuri lembah itu, merayapi bukit bukit dan gunung di sekitarku, melanglang langit dan menembus cakrawala. Dalam lamunan, langit memang tak berbatas. Gunung dan bukit yang tinggi dapat dengan mudah kita lewati. Melanglang dunia, membayangkan keindahan alam. Walau hanya lewat lamunan.

Lembah atau dataran tinggi Ambarawa adalah yang paling dekat dengan emosi saya. Memasuki Ambarawa dari arah Magelang, dari ketinggian perbukitan di Bedono anda akan melihat hamparan lembah di bawah. Di bawah sana terlihat Rawa Pening. Sayang rawa itu semakin mengering kini. The drying water, the crying water. Mungkin tak seindah bayangan anda. Tetapi bagi saya yang dibesarkan di daerah ini, lembah Ambarawa adalah tujuan lamunan di waktu kesepian dulu. Terutama waktu waktu pertama tinggal di Solo di tahun enam puluhan. Solo yang ramai dengan gelak tawa manusia, begitu kontras dengan bukit bukit sepi di sekitar desa saya.

Ada sepasang gunung di Selatan lembah, Telomoyo dan Gadjah Mungkur. Gunung Telomoyo adalah bagian dari rangkaian gunung berapi Merapi, Merbabu, Telomoyo dan Ungaran ((http://www.langsing.net/gunung/telomoyo/telomoyo.html). Saya selalu menatapnya dari depan beranda rumah tua. Atau dari bukit dibelakang rumah saya. Dua gunung itu begitu tenang sepanjang jaman. Sejak jutaan tahun lalu, mungkin tak berubah. Kedua gunung itu begitu teguh, diam membisu. Tak pernah bergejolak, tak pernah meletus. Seumur umur saya belum pernah mendaki puncak kedua gunung itu, walau sering mengunjungi desa desa di lerengnya. Jika anda mengendarai mobil antara Magelang dan Salatiga lewat Kopeng, seolah anda melihat puncak puncak gunung itu di sebelah anda. Seperti perjalanan ke Nirwana.

Di sebelah utara arah ke barat di atas Ambarawa, anda bisa menuju Bandungan dan Sumowono. Di antara kedua kota kecamatan ini ada bangunan candi kuno yang sangat magis dan indah di bukit Gedong Songo. Ada sembilan candi indu di situ yang sudah berumur hampir 1500 tahun. Seperti nenek moyang bangsa2 Indian dan Asia lainnya, nenek moyang kita mungkin berpikir bahsa semakin tinggi semakin dekatlah manusia dengan Sang Pencipta. Saya selalu membawa teman2 dari luar Indonesia untuk berkunjung ke sini. Candi yang sering diselimuti kabut itu memberi kesan sakral dan magis) .

Di tahun 1998, seorang teman antropolog dari Belanda, yang kelahiran Balikpapan, begitu terpesona menatap candi yang berselimut kabut di antara hutan pinus. Ada rasa aneh, rasa magis yang merasuk. Nggak tahu, mungkin karena belerang atau yang lain. Persis seperti perasaan yang anda alami sewaktu melewati dataran tinggi Dieng, seolah masuk ke alam lain, alam Nirwana. Saya beberapa kali naik mobil lewat jalan jalan terjal perbukitan dari Sumowono ke Temanggung. Pemandangan menakjubkan.

Salah satu bukit yang selalu datang dalam impian saya adalah gunung Kendalisodo di sebelah timur laut Ambarawa. Gampang di capai lewat Ambarawa. Dari gunung kecil itu pandangan lepas ke bawah ke arah utara. Saya mengunjungi bukit ini pertama kali di tahun 1963. Masih penuh belukar waktu itu dengan pohon jambu mete di punggungnya. Mungkin tak indah sekali, tetapi tak tahulah, banyak kali saya bermimpi indah mengenai bukit ini.

Gunung Merapi dan Merbabu selalu nampak mesra sepanjang masa. Ada novel di tahun tujuh puluhan berjudul Semesra Merapi Merbabu. Pasangan gunung itu memang nampak mesra. Walaupun Merapi sering muntab, meletus, tetapi Merbabu tak pernah bergeming. Selalu diam dan sabar dan tak terpancing. Alangkah bahagianya seseorang yang mempunyai pasangan demikian sabar dan tenang. Cuek sepanjang jaman. Tetapi itu memang gunung, mau bisa apa. Lain gunung lain manusia. Gunung nggak pernah nggosip, nggak pernah punya TTM, nggak pernah kopdar. Jika sedang meradang pemandangan lava pijar yang mengalir dari puncak Merapi begitu jelas di lihat dari arah Yogya atau Magelang. Nampak mempesona dari jauh. Namuan tak terbayangkan daya rusaknya yang maha dahsyat. Itulah salah satu alasan mengapa kerajaan Mataram kuno pindah ke Jawa Timur seribu tahun lalu.

Di sebelah Timur Yogyakarta ada bukit Boko. Di puncak bukit ini terdapat bekas keraton Ratu Boko). Keraton Boko adalah kerajaan Hindu terakhir di Jawa. Dari halaman bekas keraton ini anda akan melihat betapa arsitek2 di jaman dulu begitu titis ( tepat) meletakkan lokasi pembangunan candhi Sewu dan Prambanan di antara lokasi gunung Merapi, sungai dan bukit2 di sekitarnya. Ada banyak bukit kapur kecil2 terserak di lembah yang luas. Saya nggak tahu mengapa begitu. Mungkinkah ledakan gunung Merapi jutaan tahun lalu menyisakan bukit2 kapur yang terserak di lembah di sekitar Yogyakarta ?

Pasangan gunung ang memukau adalah Sindoro dan Sumbing di Kedu. Jika anda dari Magelang ke Wonosobo, anda akan melihat pasangan gunung yang indah ini. Datanglah ke Magelang, ke Temanggung dan Wonosobo. Anda akan melihat keindahan alam di bawah naungan kedua gunung itu. Saya membayangkan nama Temanggung pertama kali sewakktu membaca novel karya Mas Rapingun terbit tahun tiga puluhan yang berjudul Ngulondoro (Mengembara). Dia menceritakan pengembaraanya ke Solo waktu itu. Saya hapal daerah ini sewaktu melakukan penelitian lapangan di Kali Angkrik, Magelang dan Karang Kobar di Banjarnegara, mengenai migrasi gena metabolisme asetilasi di Indonesia, di tahun delapan puluh satu.

Di Magelang ada bukit indah di tepi kota, Gunung Tidar. Orang Magelang percaya inilah pakunya tanah Jawa, yang menstabilkan Jawa. Sayangnya bukit ini tertutup untuk umum. Hutan pinusnya merupakan kisah sukses penghijauan. Di kaki bukit ini terletak Akademi Militer.

Saya yakin masih banyak bukit, masih banyak gunung dan lembah yang indah di sekitar anda. Nikmatilah keindahan itu, cintailah kedamaian di situ. Pesankan kepada anak anak muda untuk mencintai keindahan lembah, dan bukit. Pesankanlah agar mereka mencintai lingkungan alam sekitar mereka.

Ki Ageng Similikithi

(Dimuat di Kolom Kita Kompas Cyber Media 4 September 2007)

4 comments:

ristsaint said...

bagus pak,

kebetulan saya cari tulisan tentang telomoyo ini.

minta ijin ya pak, kemungkinan ada beberapa yang tak cuplik untuk saya nulis di javanese-tourism.blogspot.com
silahkan bapak cek kesana saja ya pak, kasih komentar ya,kebetulan latar belakang blognys sama nih pak.

tujuan saya nulis itu agar para bule bisa datang ke tempat wisata yang murah di indonesia, khususnya jawa. dan orang seputar juga mendapat berkah karenanya.

salam dari jogja

ristsaint said...

bagus pak,

kebetulan saya cari tulisan tentang telomoyo ini.

minta ijin ya pak, kemungkinan ada beberapa yang tak cuplik untuk saya nulis di javanese-tourism.blogspot.com
silahkan bapak cek kesana saja ya pak, kasih komentar ya,kebetulan latar belakang blognys sama nih pak.

tujuan saya nulis itu agar para bule bisa datang ke tempat wisata yang murah di indonesia, khususnya jawa. dan orang seputar juga mendapat berkah karenanya.

salam dari jogja

Ki Ageng Similikithi said...

Silahkan pak Santo. Maaf mbalasnya terlambat. Sukses saja

Rakyatjelata said...

Sangat membantu.. Nuwun