Friday, September 21, 2007

Bangun siang & tidur siang akhir pekan

Sabtu pagi di Jeju, Korea. Jam tujuh pagi, matahari belum juga muncul. Cuaca mendung di luar. Hujan rintik rintik sejak kemarin siang. Pemandangan laut lepas lewat jendela kamar hotel. Tak ada yang membatasi. Tak ada yang menghalangi. Suasana syahdu dalam siraman hujan ringan. Segar menyiram bumi. Tak mendera liar bersama angin. Seminggu ini di Jeju, mengikuti rapat antar negara negara Pasifik Barat untuk kebijakan bidang kesehatan. Pertemuan selesai hari Jumat siang kemarin. Selesai acara makan siang sebenarnya ada acara tour. Batal karena hujan. Tetapi saya tetap bersyukur karena bisa menikmati keindahan dan ketenangan Jeju, walau hanya lewat jendela kamar hotel.

Pulau Jeju yang indah dan alami. Nampak sangat bersih dan teratur asri. Tak sempat kemana mana. Hanya berkisar dari kamar hotel ke International Convention Centre. Berangkat pagi pulang sore, malam hari harus ikut acara makan malam. Selalu tegang dikejar laporan dan tanya jawab mengenai perkembangan program yang harus dilaporkan ke negara negara anggota. Para menteri kesehatan atau wakilnya, mewakili masing masing negara. Kemarin kemarin ketika sidang masih berjalan, rasanya pengin sekali menikmati bangun agak siang. Hanya bangun tidur agak siang kemudian malasan malasan di kamar sambil lihat TV.

Pagi ini ternyata sejak jam setengah lima sudah terbangun dan nggak bisa tidur lagi. Semalam tak bisa juga tidur pulas, beberapa kali terjaga. Gejala alamiah umur lewat setengah abad. Buyar keinginan bangun siang dan malas malasan pagi hari di tempat tidur. Tak apa, toh bisa menikmati pemandangan laut dengan ombak gemuruh di bawah sana. Sambil menghabiskan waktu menunggu waktu berangkat ke bandara, saya menulis untuk Koki. Lebih seminggu nggak sempat buka Koki.

Sejak kecil kami bersaudara terbiasa atau terpaksa harus bangun pagi benar. Di awal tahun enam puluhan, di desa di Ambarawa, kami harus bangun jam empat pagi, untuk memerah susu. Ada puluhan ekor sapi yang harus diperah. Hanya berdua dengan adik saya. Tukang hantar susu biasanya datang jam setengah enam pagi, dan dia juga nggak bisa memerah sapi. Kemudian jika pas musim vanili berbunga kami harus mengawinkan bunga bunga vanili itu. Waktunya sempit sekali, hanya antara pukul setengah enam sampai jam enam. Bunga vanili jika tidak dikawinkan setelah merekah akan cepat layu. Biasanya lewat jam tujuh pagi jika kena sinar matahari, kelopak sudah mulai layu dan susah dikawinkan. Jam setengah tujuh kami harus berangkat sekolah berjalan empat kilometer ke Ambarawa. Jalan masih sepi nggak banyak kendaraan umum lalu lalang seperti saat ini.

Kami bangun ketika burung burung srigunting mulai berkicau saat fajar menyingsing. Burung burung lain seperti kacer, kutilang bangun agak siang sekitar jam enam sesudah matahari mulai terbit di ufuk timur. Setiap kali mendengar suara srigunting dan harus bangun, saya selalu membayangkan alangkah enaknya bangun agak siang. Hasrat ini selalu datang dari waktu ke waktu sampai di usia lanjut kini walau sering tak kesampaian. Alangkah nikmatnya bisa tidur pulas sampai siang. Saya kadang iri melihat anak anak saya atau keponakan, mereka bisa bangun siang di akhir pekan, walau pekerjaan mereka juga begitu sibuk menyita waktu. Sering ketika saya telpon jam delapan pagi Sabtu atau Minggu, mereka masih tidur.

Sewaktu masih di Yogya, jam kerja mulai pukul 0700 dan sebelumnya harus mengantar anak anak ke sekolah. Harus berangkat sebelum jam setengah tujuh, mengantar anak anak ke sekolah yang berbeda. Sekolah Dasar IKIP di Bulaksumur, SMP 1 di muka RS Panti Rapih dan SMP 5 di Kridosono. Bangun harus jam setengah enam. Gantian kamar mandi sama anak anak, oleh karena hanya ada dua kamar mandi di rumah. Untung waktu itu jalan nggak sepadat sekarang. Anak anak bisa sampai di masing2 sekolah sebelum jam tujuh. Saya nggak membayangkan mereka yang tinggal di pemukiman jauh dari tempat kerja, jam berapa mereka harus berangkat kantor. Jam berapa mereka sampai rumah sore atau malam hari ? Apalagi jika suasana macet, berapa banyak waktu hidup kita hilang di perjalanan yang melelahkan dari hari ke hari.

Kini di Manila ada flexy time, bisa mulai ngantor jam setengah sembilan. Jam kerja normal mulai jam tujuh. Namun rasanya susah untuk bangun siang. Selalu terjaga sebelum jam setengah enam walau sering masih ngantuk. Hanya akhir pekan ada kesempatan bangun siang, terutama di hari Minggu. Hari Sabtu malah kadang harus bangun pagi2 jika mau main golf, apa lagi jika main di luar kota. Kesempatan bangun siang biasanya hanya ada di hari Minggu. Nyi Ageng biasanya habis sholat pagi mulai berisik didapur atau lihat TV, drama filem Korea. Acara bangun siang selalu tak kesampaian.

Tiga tahun lalu, kami pernah berdua ke Hongkong akhir pekan, rasanya pengin sekali tiduran di kamar hotel, hujan kepagian. Tiba tiba saja Nyi Ageng pengin lihat marathon massal di luar sana. Pikir saya marathon di mana mana ya sama, pagi2 hujan gitu kok pengin keluar lihat orang marathon. Padahal acaranya juga disiarkan TV. Akhirnya acara malas malasan di tempat tidur gagal total. Di bawah hujan rintik rintik kami menyaksikan start marathon. Ada sedikit insiden, kami berdua ikut antrean panjang manusia. Saya kira antre mau lihat marathon, tahunya antre ke WC. Enak menyaksikan lewat TV dari kamar hotel sebenarnya. Apa oleh buat, nggak semuanya selalu indah dalam hidup ini.

Bicara tentang tidur siang, jika tak ada acara, Sabtu sore atau Minggu sore adalah waktu paling pas untuk menikmati tidur siang. Sejak kecil saya tak terbiasa tidur siang. Hanya sewaktu kuliah di Yogya saja kadang kadang tidur sore jika tak ada praktikum. Waktu itu masih di pondokan. Sewaktu masa kecil di Ambarawa, nggak ada acara tidur siang. Nggak mungkin tidur siang. Hewan piaraan terutama lembu itu nggak bisa ditinggalkan untuk tidur siang. Acara tidur siang hanya untuk anak anak kota. Di daerah saya di desa dulu, para petani berangkat pagi2 sekali ke sawah sebelum matahari terbit. Kemudian pulang sarapan kira kira jam sepuluh sambil istirahat siang oleh karena hawa siang hari terlalu panas untuk bekerja di lapangan. Sebagian mungkin akan tidur sebentar. Siang hari sesudah jam dua, mereka kembali ke sawah sampai kira kira jam lima sore. Begitu irama waktu dari hari ke hari.

Di kalangan sebagian masyarakat kita tidur siang adalah kebiasaan yang tak bisa ditinggalkan. Juga di negara negara lain di Asia atau di Eropa Selatan, tidur siang adalah bagian siklus keseharian. Dalam situasi dunia kerja masa kini, buat mereka yang bekerja di kantor atau di dunia usaha, agak sulit menikmati tidur siang. Jaman dulu kantor mulai jam 0700 sampai jam 0200 siang. Pulang kantor masih bisa tidur. Namun kantor kantor sekarang umumnya sampai jam empat atau lima sore. Nggak ada kesempatan tidur. Hanya secara kebetulan karena kemacetan jalan, ada yang bisa memanfaatkan waktu untuk tidur selama perjalanan. Beberapa bulan lalu ada berita di CNN kalau ada kantor swasta di Amerika yang mengijinkan karyawan tidur siang di kantor selama setengah jam semasa istirahat makan siang. Kabarnya bisa meningkatkan tingkat produktifitas karyawan.

Di waktu saya masih mengajar di tahun delapan puluhan, ada mahasiswa yang protes karena saya minta seminar sore hari sesudah acara kuliah, antara jam 3 sampai jam 4. Katanya mengganggu waktu tidur sore hari. Juga seorang teman dosen yang mengeluh saya undang rapat jam dua sampai jam tiga. Jam jam tidur siang. Kadang kita lupa kalau acara tidur siang sudah demikian mengakar untuk sebagian dari kita. Terbawa sejak kecil. Nggak tahulah memang banyak yang berbeda dan banyak yang berubah, meskipun hanya acara bangun pagi dan tidur siang.

Semalam saya kembali tiba di Manila. Lepas tengah malam. Tadi pagi bangun jam enam, Pengin bangun siang sebenarnya. Kira kira jam sembilan ada langganan pijat yang selalu datang di hari Minggu. Habis pijat bisa tidur sampai siang. Jam tiga mulai meneruskan tulisan ini. Salam hangat untuk anda semua, selamat menikmati bangun siang dan tidur siang di akhir pekan.

Ki Ageng Similikithi (bs2751950@yahoo.com)

(Dimuat di kolom Kita Kompas Cyber media 17 September 2007)

No comments: