Sunday, April 8, 2007

Pesan pesan di dunia maya


Perkembangan teknologi dunia maya telah membuka cakrawala baru hubungan antar manusia. Komunikasi tak lagi dibatasi oleh ruang dan jarak. Manusia bisa berkomunikasi secara bebas lewat dunia maya.

Manusia adalah makluk sosial yang tak bisa hidup menyendiri seperti makhluk soliter. Manusia butuh kontak dengan sesamanya. Kontak dengan lingkungannya. Dalam perkembangan modernisme, tata pergaulan masyarakat bergerak kearah individualisme. Kebebasan individu menjadi segalanya sehingga kadang orang sedikit kehilangan kontak sosialnya.

Perkembangan teknologi dunia maya memberikan pilihan alternatif. Pilihan kontak sosial dalam tata masyarakat yang individualistis. Dalam keheningan dunia maya manusia bisa berkomunikasi dengan bebas, saling bertukar perasaan dan pengalaman, saling memberi salam dan kesejukan.

Dalam kesendirian saya yang hening, saya tak pernah merasa kesepian. Pesan pesan sejuk dari dunia maya selalu datang. Pesan dari teman yang belum pernah bertemu dan bertatap muka. Mungkin tidak akan pernah bertemu. Terpisah oleh laut dan benua, tetapi dunia maya memberi kesempatan kepada anak anak manusia untuk saling bertegur sapa. Lihatlah betapa beragamnya pesan dari dunia maya yang saya terima dalam kurun waktu akhir akhir ini.

Tulisan tulisan saya mengenai anak saya almarhum, Moko, dimuat di Kompas Cybermedia, yakni yang berjudul Rumah Di Atas Bukit (7 Maret 2007) dan Ceritaku Lewat Rembulan (10 Maret 2007). (
http://community.kompas.com/index.php?fuseaction=home.koki). Setelah itu saya banyak menerima pesan dari dunia maya. Ada yang menyatakan simpati dengan pesan yang menyejukkan, ada yang ingin mengungkapkan perasaan ok kehilangan seseorang yang dicintai seperti yang saya alami

Ini adalah petikan pesan Fanny, tinggal di US, yang kehilangan abangnya karena kecelakaan mobil di Jayapura di tahun 1997, bersamaan tahun dengan kepergian Moko.

Saya begitu merindukan abang saya.
rindu seandainya dia ada, bisa melihat keponakan-keponakannya;
rindu seandainya dia ada, bisa melihat upacara pernikahan saya;
rindu seandainya dia ada, bisa melihat saya saat diwisuda;
rindu seandainya dia ada.....

Persis seperti puisi bapak, setiap saat saya melihat rembulan selalu membawa angan saya padanya. Saya baru saja menyelesaikan cerita pendek yang sebenarnya adalah cerita kejadian itu.

Sedangkan Ana, tinggal di Jakarta yang kehilangan suami tercinta pada bulan Desember 2006, menulis sebagai berikut


Saya Ana di Jakarta. Saya sangat tersentuh dengan puisi “Rindu Yang Abadi” di edisi community Kompas kemarin. Sangat menyentuh bagi saya yang baru kehilangan suami Desember kemarin karena kecelakaan. Kami pasangan muda yang esok hari sebelum dia meninggal akan memperingati hari ukang tahun kedua perkawinan. Entahlah sampai sekarang saya belum bisa menerima dan percaya dia sudah tidak ada.

Saya masih termenung dan menangis setiap hari. Rasanya dunia berhenti, apalagi saya hrs memulai kerja lagi di Jakarta. Sebelumnya kami tinggal di KL.. Bagaimana Bapak melalui masa2 sulit kehilangan anak tercinta? Saya sangat paham sekali hal terberat adalah bagi yang ditinggal orang2 yang dicintainya. Rasanya saya putus asa dengan hidup saya sendiri. Bagaimana ya Pak untuk melalui hari hari yang terasa berhenti ini?


Ini adalah cerita dari Hastari di Cirebon

Saya Hastari yang mengikuti kisah kisah dan tulisan bapak. Bapak mengatakan bahwa ada teman yang bertanya kenapa kisah sedih harus ditulis, Saya sebagai seorang pembaca, yang saya rasakan saat membaca bahwa saya tidak membaca sebuah kisah sedih, namun saya "mendengarkan" suara hati dan kasih seorang bapak kepada anaknya...

Saya dapat menangkap suatu kasih, cinta yang begitu besar dan mendalam dari seorang ayah terhadap anaknya. Bagi saya itu hal yg sangat indah pak, di tengah tengah banyak anak-anak yang tidak mengenal kasih seorang bapak sehingga kehilangan figur dan gambaran akan seorang ayah. Saya temukan figur seorang "ayah" dalam diri bapak.

Saya dapat memahami dan turut merasakan apa yang bapak rasakan, namun kisah saya berbeda...Saya harus berpisah untuk sementara dengan bapak saya yang dipanggil Tuhan tahun 1997 saat saya sma kelas satu, enam hari menjelang saya ulang tahun, tepatnya tanggal 19 Nov 97.

Bapak dipanggil Tuhan saat dalam perjalanan menuju Jakarta bersama rombongan guru smp. Bis yang dinaiki bapak saya masuk jurang di daerah Majenang. Bapak tidak meninggal di lokasi. Saat bis masuk jurang bapak masih sadar bahkan bapak saya naik turun jurang dan mengendong rekan rekannya yang ibu ibu naik ke atas. Bapak saya ikut rombongan terakhir menuju rumah sakit. Saat di rumah sakit bapak tidak diperiksa karena bapak hanya lecet lecet, namun dinihari bapak saya jatuh koma kemudian dipanggil Tuhan. Ternyata bapak saya menderita pendarahan dalam dan tidak terdeteksi....

Masih banyak pesan serupa yang saya terima dari berbagai pelosok dunia. Tak dapat saya ungkapkan satu persatu. Namun semuanya mengungkapkan solidaritas dan kesetiakawanan menghadapi kesedihan dan kehilangan. Bukankah manusia suatu saat akan kehilangan seseorang yang dicintai jika waktu itu telah datang. Saya sangat menghargai dan berterima kasih akan ungkapan dan pesan pesan tersebut. Kepada siapa saja dan dimana saja mereka berada.

Tidak semuanya mengenai kesedihan. Banyak pesan tersurat yang menggambarkan harapan, kegembiraan dan kebahagiaan. Inilah keanekaragaman manusia. Keragaman yang juga terungkap di dunia maya.

Ada pesan indah dari Diana yang tinggal di Jawa Barat, mengomentari cerita saya yang berjudul “Jambalaya, Cintaku di Kampus Biru dan Pesan Perdamaian”. Dimuat tanggal 30 Maret 2007 (
http://community.kompas.com/index.php?fuseaction=home.koki).

Baru kali ini punya teman maya. Bayangkan aku seperti gadis cantik berbaju merah dan bercelana putih sedang bernyanyi Jambalaya di kampus biru Bulaksumur 35 tahun yang lalu.

Saya ini bukan siapa2. Jangan berlebihan memuji karena sebuah puisi. terus terang sudah bertahun-tahun saya tidak lagi membuat puisi. Tapi dorongan kuat yang tiba2 ada menjadikan saya berani menuangkan lagi dalam sebuah puisi.

Kebahagiaan itu ada didalam diri kita sendiri, bukan karena yang lainnya. Saya jadi merasa mungkin inilah saat dimana saya merasa bahagia karena saya bisa mengekspresikan diri sesuai dorongan hati.

Diana mengirim beberapa puisi indah. Kami sepakat tak akan bertemu. Tetapi sepakat bekerja sama untuk menerbitkan buku kumpulan puisi. Ini hanya mungkin karena kemajuan teknologi maya. Inilah puisi yang dia tulis itu

TENTANG BINTANG

Ada bintang dilangit kelam
Ada warna indah dibalik temaram

Aku tunggu kamu pulang
Ribuan mil terhalang jauh
Dalam jeda waktu terhalang
Tuk menunggu kamu datang
Agar cerita tentang bintang
Kamu dengarkan dengan tenang

Aku tunggu kamu pulang
Tuk cerita tentang bintang
Walau hanya sebatas angan
Terbatas dalam ruang dan waktu
========================
AKU INGIN,

Aku ingin kamu menjadi apa saja yang kumau,
Dalam angan, dalam mimpi2ku
Perhatian tulus yang membuat bunga hatiku

Aku ingin kamu menjadi apa saja yang kumau,
Karna aku merasa tak terbelenggu
Dalam anganku yang berandai-andai

Aku ingin kamu menjadi apa saja yang kumau,
Karna aku ingin dihargai, ingin dimengerti
Sebagai wanita sejati

Aku ingin kamu menjadi apa saja yang kumau,
Tuk dengarkan ceritaku tentang bintang itu

Kala senja hadir, tataplah langit temaran
Dalam pijarnya bintang
Serasa aku ada disana, menatapmu
Karna kamu tahu, akulah Bintang itu!’


Pesan pesan dari dunia maya senantiasa akan datang seiring berkembangnya teknologi, dan mengiringi, keinginan dan harapan manusia dalam perjalanan masing masing. Di akhir tulisan ini saya hanya ingin mengatakan bahwa manfaatkanlah kemajuan teknologi ini memperluas hubungan persahabatan antar manusia. Kita hidup di satu bumi.

No comments: