Saturday, June 14, 2008

Pesan ulang tahunmu hanya lewat lamunan


Salam dari bandara Wattay, Phnom Penh.

Bumi masih basah. Hawa segar pagi hari sejuk menerpa. Semalam hujan deras mendera. Pagi ini saya dalam perjalanan pulang ke Manila. Terasa ada beban menghimpit. Duka jauh di dalam menutup kecerahan irama pagi hari. Angan saya melayang menyaput lamunan. Merayapi kenangan masa lalu. Tiga belas Juni. Seandainya masih ada, hari ini Moko almarhum, anak bungsu saya mestinya ulang tahun. Ulang tahun yang ke dua puluh delapan. Ingin memeluknya. Ingin menggapainya. Tak ada bisikan yang bisa kusampaikan. Tak ada pesan yang bisa kukatakan. Pesan pesan ulang tahun untuknya hanya terucap lirih dalam lamunan duka yang dalam. Dalam kerinduan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya semasa dia masih ada.

Moko, anak bungsu yang sangat kami sayangi memang telah tiada lebih sepuluh tahun lalu. Saworo Tino Triatmo. Lahir 13 Juni 1980. Saya masih berada di Inggris ketika dia lahir. Tak sempat menunggu dan menyambut kelahirannya. Saya melihat dia pertama kali, setelah berumur enam bulan. Menjelang kelahirannya selalu saya menunggu surat dari Yogya. Sebuah penantian penuh harapan dan teka teki. Akhirnya berita itu datang beberapa hari sesudah kelahirannya. NYI mengirim pesan tilgram singkat bahwa bayi yang kami nantikan telah lahir laki2. Saya memberi nama depan Saworo. Berita, harapan dan cita cita.

Kami hanya diberi waktu oleh Sang Khalik, tujuhbelas tahun untuk bersamanya dan mendampinginya. Waktu yang begitu indah dan membahagiakan. Saya sangat mencintainya. Demikian pula ibunya. Dia sangat dekat dengan ibunya. Pengemudi yang tak bertanggungb jawab itu telah mengakhiri segalanya. Merenggut masa depan dia dan kebahagian kami selamanya.

Di setiap ulang tahunnya saya hanya bisa mengenangnya dan masa masa bahagia bersamanya. Dia anak yang selalu ceria. Dia juga sangat menekuni buku buku pelajarannya. Di kamarnya di depan jendela itu, saya selalu merindukan dia duduk belajar tekun. Saya tak sampai hati melihat kamar itu selalu kosong sesudah kepergiannya. Semuanya memang telah berlalu.

Saya masih ingat ulang tahun terakhirnya kami sempat makan malam bersama. Dia berubah agak pendiam oleh karena sibuk belajar mempersiapkan ujian akhir SMA.. Saya tak pernah membayangkan jika itu adalah ulang tahunnya yang terakhir. Beberapa bulan sebelum meninggal memang dia lebih banyak diam di kamar, belajar dan tak begitu banyak bersuara seperti biasanya.

Di setiap hari ulang tahunnya saya ingin menyapanya walau hanya lewat lamunan. Saya ingin mengenang kembali kebahagiaan bersamanya. Saya ingin menyapanya lewat rembulan. Semoga langit dan bintang mau menyampaikan pesan bahwa kami sangat mencintainya. Saya ingin memeluknya seperti sewaktu dia masih kanak kanak. Tetapi setiap waktu itu datang. Hanya kedukaan yang datang. Tak kuasa saya menahan kerinduan yang begitu menekan.Kenangan indah itu ternyata tak juga mau datang. Hanya duka dan kerinduan yang menekan.

Beberapa hari sebelum kecelakaan itu merenggut jiwanya, saya sempat bicara lewat telepon dri Nepal. Dia minta dibelikan sepatu dan minta diantar potong rambut. Saya katakan kalau 3 hari kemudian saya akan sampai di Yogya. Sewaktu saya datang dia telah terbujur dan pergi selamanya. Tak pernah sempat menemaninya, tak pernah sempat memenuhi permintaannya.

Kami selalu merindukan dan mencintainya. Di ulang tahunnya ini kami hanya ingin mengenangnya kembali, mengenang masa masa indah itu. Tetapi itupun ternyata tak mampu kami gapai. Hanya kerinduan yang dalam yang kami dapatkan. Kerinduan yang hampa. Semoga kerinduan dan kedukaan seperti ini bisa dihindari oleh keluarga keluarga yang berbahagia. Kehilangan anak yang kita cintai meninggalkan kesedihan yang tak akan ada habisnya. Sampai akhir perjalanan kita.

Selamat ulang tahun Moko. Bahagialah disana, suatu saat kita akan bertemu kembali. Terimalah untaian melati kesukaanmu. Kami sangat merindukanmu sayang.
Ah seandaninya saya bisa selalu menjumpaimu dan menyampaikan pesan di setiap ulang tahunmu.

Dari Bapak yang sangat menyayangimu

Ki Ageng Similikithi

No comments: