Friday, February 15, 2008

Berbangga diri & membual

Dalam perjalanan waktu, kita bertemu dengan banyak orang dengan ciri dan watak yang sangat beragam. Sering gaya percakapannya seolah begitu membanggakan diri. Kadang terkesan pamer, kadang terkesan membual, atau bahkan terkesan sombong dan mengecilkan lawan bicara. Kitapun secara tak sadar mungkin sering melakukannya. Tak perlu kaget dan heran. Aja kagetan lan aja gumunan. Hadapilah dengan bijak. Inilah hidup.

Pernah saya ungkapkan secara singkat akan almarhum Bpk Slamet almarhum. Beliau adalah bapak kost saya di Patangpuluhan Yogyakarta di tahun 1972 sampai tahun 1976.
Seorang pensiunan pegawai Dinas Pekerjaan Umum sejak jaman Belanda. Beliau begitu bangga akan profesinya. Begitu mencintai profesinya. Mental priyayi yang sangat menjaga etos dan kehormatan profesi. Begitu bangganya akan profesi yang dicintainya, selalu bercerita tentang karya yang telah diselesaikannya dengan seksama.

Yang paling sering diceritakan adalah saat beliau mengkoordinir pembangunan jalan Wonosobo Dieng.

“ Ini adalah jalan paling tejal di seluruh pelosok Nusantara. Untung saya selalu tekun memperhitungkan segala resiko saat itu. Tak mungkin jalan itu selesai jika saya kerja semaunya. Edan kok saya ini “.

Masih ingat benar bagaimana dia menirukan suara dinamit saat memecahkan batu batu gunung. Meskipun batu batu gunung itu diangggap angker oleh penduduk desa sekitar situ. Begitu bersinar sinar matanya saat bercerita bagaimana puluhan penduduk dibawah lurah, membujuk dan menyembah agar batu keramat itu tidak diledakkan.

“ Ndoro insinger, nyuwun kawelasan ndoro. Sampun pun dinamit sela menika. Angker, jin setan mangke sami duka. Nyuwun kawelasan kula ndoro. Kulo ajrih” (
Tuan insinyur, mohon belas kasihannya. Atu itu jangan diledakkan. Angker, jin, setan nanti marah. Mohon belas kasihannya ndoro. Kami takut).

Sambil menerawang ke kejauhan dia menggumam bercerita
“ Saya ini pegawai pemerintah. Tidak takut jin dan setan sekalipun. Tak peduli tangisan cengeng kamu. Bleeeeeng !! Dinamit tak ledakkan titik “.

Sudah puluhan kali kami dengarkan ceritanya. Tak pernah bosan mendengar dan elihat raut wajahnya yang begitu serius dan nampak lucu du usia delapan puluhan. Sebelum eliau mengakhiiri ceritanya, kami selalu memotongnya duluan menirukan bunyi dinamit “”Bleeeeeeeeng””.

Beliau akan mengangguk puas sambil mengencangkan sarung yang kedodoran. Puas karena kami mendengarnya. Tak ada niat kami untuk menyanggah dan mempertanyakan kebanggaaanya. Jauh dari arogansi, hanya menceritakan kebanggaan karyanya.

Sewaktu kuliah di Fakultas Kedokteran di Mangkubumen Yogyakarta, ada guru besar zoology atau anatomi comparative yang juga sangat gemar berbicara tentang dirinya. Barang sepele jika beliau bercerita seolah menjadi sesuatu yang maha penting dan besar.

“ Saya ini kemarin baru datang dari luar negeri. Dari Hawai. Diwawancarai radio di sana. Edan nggak ”

Pernah bercerita tentang tari perut yang beliau lihat di Mesir . “ Saya ini guru besar anatomi. Saya belum pernah gagal dalam studi saya. Tidak pernah merasa gumunan dan kagetan lihat kejutan apapun. Tetapi melihat tari perut, saya benar benar gumun. Nggak ngerti saya. Otot apa yang bisa memuyar pantat dan perut begitu intens. Edan ah””

Begitu bangga dengan karya pribadinya, beliau selalu mulai bercerita dengan kata “Saya ini”. Pernah adik kelas sayam namanya Narko, mungkin pengin iseng atau apa nggak tahulah. Sewaktu guru besar itu baru mulai akan cerita dengan kata pembukaan seperti biasanya “”Saya ini””. Langsung Narko berteriak dari belakang “ Saya ini si gembala sapiiiiii”. Rupanya beliau tersinggung betul didahului teriakan gembala sapi tadi. Ini adalah pembukaan lagu indah Si Gembala sapi yang dinyanyikan Anneke Gronloh di tahun lima puluhan.

“ Jangan ngimpi kamu akan ke luar negeri. Anak kampong kamu. Melawat saja ke Sentolo sana. Angon bebek“”.

Kutukan beliau nggak pernah menjadi kenyataan. Narko sekarang menduduki jaatan tinggi di PLN. Berulang kali ke luar negeri.

Kita memang sering tak tahan mendengar seseorang omong besar tentang dirinya. Tentang keberhasilannya. Tentang karya karyanya. Ini alamiah oleh karena sebagai manusia kita merasa seolah dikecilkan dihadapan orang tersebut. Tetapi bukankah dia bermaksud mengecilkan anda ? Mungkin juga tidak. Hanya begitu bersemangat dan berapi api membanggakan dirinya. Tanpa bermaksud mengecilkan anda.

Saya tak perbah merasa dikecilkan jika seseorang bercerita tentang karyanya, tentang keberhasilannya, juga tentang kemampuan dirinya. Biarlah dia menikmati kebanggaannya, asalkan tak menyombongkan diri dan mengecilkan lawan bicaranya. Pengalaman saya bertahun tahun mewawancarai calon staf yang akan menduduki jabatan strategis di organisasi, biasanya calon dari Asia Timur dan Tenggara, sungkan untuk menceritakan kemampuannya,keberhasilannya dan prestasi prestasinya dalam wawancara. Ini tidak baik.

Seorang professional harus mampu melihat kemampuan dirinya, keberhasilannya dan keterbatasannya. Harus berani mempromosikan diri. Ya memang kita selalu diajurkan untuk andap asor, rendah hati, tetapi tak boleh rendah diri. Dalam pepatah Jawa ada petuah “”Nglurug tanpa bala, menang tanpo ngasorake”. Menyerbu tanpa teman, menang tanpa mengalahkan. Ini adalah petuah yang harus selalu dipegang.

Saya selalu menikmati melihat anak muda dengan bersemangat bercerita tentang karyanya, tentang prestasinya, tentang ambisinya, tentang cita citanya. Anak saya almarhum selalu gemar bercerita. Cerita di sekolah yang begitu sederhana dia ceritakan dihadapan kakak kakak dan saudara yang lebih tua dengan berbinar binary. Saya masih ingat saat dia kelas 5 SD cerita tentang menang balapan lari di sekolah. Sepupu sepupunya yang sudah SMA pun kok ya bisa bisanya mendengarkan dengan asyik.

Dalam perjalanan ke Buenos Aires di tahun 1995 dari Kuala Lumpur, saya kebetuan bertemu dengan seorang dosen yang relative masih muda. Dia kebetulan juga akan menghadiri konggres sedunia yang akan saya hadiri. Dalam percakapan dia nampak bangga sekali dan gmbira sekali oleh karena ini adalah kesempatan pertama kalinya untuk dia presentasi di luar negeri. Dia sampai nggak sempat bertanya apakah saya juga akan presentasi di kongres tersebut. Saya tak merasa terganggu ataupun terkecilkan dengan ceritanya. Dia pantas bangga oleh karena memang langka seseorang akan diterima makalahnya dalam forum kongres sedunia.

Hanya saat saya memberikan plenary lecture di kongres tersebut, dia mungkin tak mengira kalau saya akan memberikan kuliah tamu di sana. Setelah selesai kuliah tamu dia mendatangi saya dan minta maaf jika tidak mencoba menanyakan identitas saya sebelumnya. Nampak kelihatan kikuk, mungkin menyesal dengan cerita ceritanya di pesawat. Saya hanya bilang, tak ada yang perlu dimaafkan, tak ada yang salah. Saya sempat menghadiri presentasinya. Saya ucapkan selamat. Dia nampak begitu bangga saat itu. Kembali bercerita tentang ide ide penelitiannya yang kadang agak melambung. Saya hanya bilang good luck friend.

Pesan saya. Aja kagetan aja gumunan. Jangan kaget. Jangan heran. Dunia memang penuh warna. Jangan takut berbangga. Jangan takut bercerita tentang diri dan prestasi anda. Yang penting jangan menyombongkan diri dan jangan mengecilkan orang lain. Edaaan ah. Saya ini cuma si gembala sapi.

Salam damai

Ki Ageng Similikithi

Dimuat di Kolom Kita Kompas Cyber, 15 Februari 2008

2 comments:

Indro Saswanto said...

Kaget lan gumunan kadang perlu Ki karena dengannya kita bisa mawas diri untuktidak mengecilkan segala sesuatu.....
Saya kaget dan gumun betul kok bisa ya menciptakan dunia n jagad raya yg begitu besar ini, la wong bikin virus kecil saja kita gak teyeng.

Ini salah satu tafsir tapi tentu saja bisa di tafsir lain secara negatif.

Lagian K & G bisa memacu diri untuk maju mengalahkan apa yg dia K&G i ,

OKe Ki dg non K&G bisa melunturkan apresiasi terhadap sesuatu dan cepat tejebak puas diri.

Ki Ageng Similikithi said...

Terima kasih. Aja kagetan lan gumunan sebenarnya ditujukan untuk kehidupan lahiriah duniawi. Supaya menerima apa adanya sesuai dengan kemampuan masing masing. Ini makna yg saya terima. Banyak fenomena yang tak bisa manuia tdk akan mampu menguraikannya dengan rasio semata. salam damai