Saturday, December 8, 2007

Tertipu luar dalam

Perkembangan bahasa verbal di tanah air sangat pesat terutama yang berkaitan dengan ungkapan idiomatik sehari hari. Kadang kadang menyulitkan pengguna bahasa, jika yang bersangkutan tak berada dalam konteks yang sesuai. Akhir akhir ini saya sering berdebat dengan Nyi, perkara istilah tertipu luar dalam. Saya tak paham apa maknanya. Dalam pemberitaan sering tersirat adanya wanita (tak berdaya )yang tertipu harta benda maupun tertipu dalam hubungan seksual. Tertipu harta benda bisa dimengerti oleh karena memang banyak penipu bergentayangan mencari rejeki. Korbannya terutama mereka yang lengah dan tak berdaya. TKW umpamanya sering menjadi korban penipuan luar kehilangan uang selepas tiba di bandara.

Tetapi tertipu bagian dalam ini susah di cerna. Jika hubungan seksual dilakukan tidak atas kemauan bersama, atau atas paksaan satu pihak (pria) jelas ini termasuk perkosaan. Tetapi jika hubungan tersebut dilakukan atas kemauan bersama, ini merupakan suatu informed mutual decision. Masalahnya menjadi rumit jika pihak wanita terlibat bujuk rayu pria untuk yang kemudian berlanjut sampai hubungan seksual. Apakah ini secara hukum menjadi apa yang dikenal "tertipu bagian dalam"? Kalau si pria sambil merayu dan menikmati hubungan seksualnya, kemudian juga mencuri harta entah uang, cell phone, jam tangan, perhiasan dan lain lain, ini namanya tertipu bagian luar.

Penipuan bagian luar mudah dibuktikan secara hukum oleh karena ada barang yang hilang. Tetapi penipuan bagian dalam susah dibuktikan secara hukum, oleh karena tidak tahu apakah sewaktu kegiatan seksual tersebut terjadi, didasari atas suka sama suka, mau sama mau, atau keterpaksaan. Saya bukanlah ahli delik tipu menipu bagian luar atau bagian dalam. Katanya menurut hukum di Indonesia, jika hubungan seksual itu terjadi karena si wanita di iming2i akan diajak kawin (lagi), diajak pesiar ke luar negeri, atau dijanjikan peran sinetron, dan iming2 itu tak sampai terlaksana, maka dapat menjadi delik penipuan bagian dalam. Sipelaku dapat ditindak secara hukum jika korban melaporkan ke aparat hukum oleh karena perbuatan tersebut adalah delik aduan. Jika delik aduan penipuan bagian dalam tak memenuhi, aparat bisa menggunakan pasal 'perbuatan tidak menyenangkan", walaupun sebenarnya sewaktu hubungan itu terjadi, mestinya ya sama sama senang dan sama sama mau.

Jika penipuan bagian dalam ini bersaman dengan kejadian penipuan luar, tak susahlah menyidik dan melakukan tindakan hukum. Misalnya si korban dipikat dengan minyak sinyongyong, diajak tidur bersama lalu dompet diambil dan dibawa lari. Peristiwa ini sering terjadi terhadap penumpang bis malam, atau terhadap wanita client dari dukun (palsu) yang mengaku sakti. Ceritanya hampir selalu sama. Mestinya hukuman bagi pelaku diperberat. Yang sering korban juga diintimidasi macam macam. Bahkan korban sering disalahkan. Di Saudi korban perkosaan bisa dihukum. Alasannya mungkin karena korban telah menimbulkan dan merangsang syahwat bagi pelaku perkosaan secara excessive. Nggak mudheng saya.

Pengalaman saya dalam penipuan luar dalam agak lain. Kira kira dua tahun lalu di Manila. Untung tidak sampai ke pengadilan. Bisa bisa tambah rumit. Bukan sexual harassment tetapi murni adalah kasus penipuan luar dalam.

Seperti biasa di akhir pekan, di hari Sabtu biasanya saya main golf. Hari Minggu jalan jalan bersama Nyi. Di Manila tak banyak pilihan jalan jalan. Paling paling ke mall. Hari itu kami ke mall di Alabang Town Centre. Sebenarnya lebih enak malas malasan di rumah, tetapi Nyi berkeras ke sana oleh karena ada sale. Kalau musim sale begini, biasanya dia mesti belanja keliling mencari oleh oleh untuk cucu.

Saya hanya mengikuti saja. Suara musik yang keras menambah suasana hiruk pikuk. Di Manila saya amati di manapun, entah itu di restoran atau rumah musik, mereka selalu memutar musik keras keras. Seolah olah pelanggan itu tuli semuanya. Di Indonesia saya pernah beberapa kali mengalami keracunan suara musik.. Di NTT musik disetel keras di dalam kendaraan angkot. Di kampung kalau ada tetangga hajatan supitan atau mantu, musik ndang ndhut disetel keras siang malam. Saya sebenarnya sangat senang musik ndang ndhut ini asal nggak terlalu keras. Akhir akhir ini musik campursari, yang sering lagu2nya agak sedikit porno, seperti lagu Cocak Rawa. Di Lubuk Alung Sumatra Barat pernah mblenger ndengerin lagu Pantai Balibis, yang disetel 3 malam berturut turut dengan pengeras suara di gantung di pohon kelapa. Saya baru mengikuti pelatihan. Lagunya bagus dan enak sebenarnya, tetapi tidak untuk 3 hari 3 malam tanpa henti.

Kembali ke kisah di mall Alabang. Konsentrasi mulai terganggu karena suara musik yang gemuruh. Saya menggandeng NYI jalan keluar masuk mall, walau konsentrasi saya terpecah karena suasana yang hingar bingar. Hanya berjalan mengikuti arus manusia. Tak tergesa gesa oleh karena tak ada yang dikejar. Rasanya agak ngantuk, Minggu siang biasanya tidur. Kebiasaan sejak masih muda dulu.

Ada yang terasa aneh yang tak saya sadari pada awalnya. Gandengan Nyi terasa agak berat. Biasanya gandengan hanya dengan saling berpegangan jari jari atau telapak tangan. Terasa ringan dan tidak saling mengikat irama langkah masing masing. Ini kok aneh, dia menggamit erat lengan kiri saya. Rasanya berat dan langkah kaki terganggu karenanya. Kami berjalan terus bergandengan. Beberapa waktu kemudian saya bertanya akan beli apa. Betapa kaget ketika saya menoleh, ternyata bukan NYI. Orang lain yang menggamit lengan kiri saya. Seorang nenek nenek yang memang kelihatannya agak kesulitan berjalan sendiri. Ketika dia melihat saya terkaget kaget, dia juga kaget dan bilang I am sorry. Dia memanggil manggil pengantarnya, mungkin anaknya, dua orang wanita muda yang nampaknya juga begitu sibuk memilih pakaian on the sales. Ketika mereka mengetahui kekeliruan tersebut, malah tertawa lepas sambil bilang "Sorry sir".

Tak ada alasan untuk mengeluh. Tetapi Nyi saya tak lihat di situ. Mungkin dia masuk toko yang lain dan keasyikan milih. Biasanya njlimet sekali dan saya tak pernah sabar menanti. Dari pada bosan menunggu saya mencoba memilih beberapa baju dan pakaian dalam. Ada hem yang dijual satu paket dengan kaos dalam. Saya nggak minat beli kaos ok sudah sejak pengantin baru, nggak pernah pakai kaos dalam. Tetapi model bajunya menarik, warna biru dengan kotak kotak kecil. Dijual separoh harga. Tak sempat mencobanya, saya ambil baju tersebut, ukuran 16 dengan kaos dalamnya. Pelayan toko nampak ramah dan berkali kali bilang kalau baju tersebut cocok untuk saya. Whatever !

Saya bisa menghubungi Nyi lewat ponsel dan kami ketemu di salah satu rumah makan sambil makan siang sekalian. Saya menggerutu keliru nggandeng orang lain. Tak minta maaf malah menertawakan, 'Makanya jangan jelalatan lirak lirik kesana kemari'. Kalau saya lirak lirik kesana kemari, malah nggak akan sampai keliru. Saya keliru nggandeng orang karena percaya yang saya gandheng itu Nyi. Perasaan mantap tanpa keraguan. Bukan karena lirik sana lirik sini. Kalau toh melirik, ini tempat umum, nggak mungkin berjalan menutup mata, atau pakai kaca mata kuda. Keluhan ini juga tak logis tak sesuai konteks.

Sampai di rumah agak sore. Terus tertidur pulas. Malam malam saya ingat baju yang saya beli. Saya buka dan saya coba. Ternyata ukurannya kekecilan. Baju maupun kaos. Saya mengeluh sendirian "Tertipu luar dalam'. Nyi yang sudah tertidur ternyata mendengar keluhan saya. Dia mengigau tak jelas " Saya tertipu luar dalam tiga puluh tahun". Mungkin ngelindur. Tetapi ngelindurnya juga di luar konteks. Tak ada niat mengembalikan baju dan kaos tersebut. Ini bukan delik aduan yang cukup untu melapor ke aparat. Baju dan kaos masih tersimpan rapi. Arsip otentik pengalaman tertipu luar dalam.

Salam luar dalam
Ki Ageng Similikithi

(Dimuat di Kolom Kita KompasCyber 30 Nov 2007)

No comments: