Sunday, November 25, 2007

Garin Nugroho - Sang Pendekar

Lama saya mengenal namanya. Mengagumi pikiran pikirannya. Karyanya kondang tak hanya di Nusantara. Karya karya filmnya menembus batas negara, membawa pesan ke dunia luar. Potret kehidupan, pemikiran dan budaya anak anak manusia Nusantara. Tak terencana saya bertemu langsung dan bertukar pikiran dengan sutradara kondang Indonesia, Garin Nugoho. Bertemu secara kebetulan dalam perjalanan Singapura ke Jakarta. Dia dalam perjalanan pulang dari Australia

Saya seolah mengenal wajahnya, ketika pria setengah baya itu duduk di kursi di samping saya di bandara Changi. “Apakah anda Garin Nugroho?”” . “”Ya benar, saya Garin Nugroho” jawabnya ramah. Kami kemudian terlibat pembicaraan akrab selama kira kira sejam. Bicara mengenai berbagai hal, karya film, politik, kebijakan publik, keluarga dan anak anak. Beda usia kami lebih sepuluh tahun, namun tak menghalangi pembicaraan yang akrab.

Ternyata dia SMAnya dulu Loyola Semarang, dan saya di St. Josef Solo. Setiap kali bertemu dengan mantan murid SMA de Brito di Yogya, St. Josef di Solo atau Loyola di Semarang, saya selalu terlibat pembicaraan yang mengasyikkan akan masa masa SMA dulu. Dengan Garin saya tak bicara mengenai kehidupan SMA. Banyak hal lain yang menarik dibicarakan dengan dia.

Saya mengagumi karya karya filmya yang menggambarkan potret kehidupan nyata dan budaya di Indonesia. Filmya terakhir Opera Jawa tengah diputar di London. Film ini menceritakan kehidupan yang terwarnai konflik. Mulai dari permasalahan cinta, hingga masalah sosial, politik, dan perekonomian dimana rakyat kecil selalu menjadi korban (http://id.wikipedia.org/wiki/Opera_Jawa). Karya film ini telah mendapat penghargaan dalam Singapore International Film Festival 2007.

Karya filmya selalu penuh pesan. Saya sangat menyukai alur cerita film “Aku Ingin Menciummu Sekali Saja”, produksi tahun 2002. Film ini antara lain menceritakan tentang seorang remaja Papua, Arnold (15 Tahun), yang bertemu dengan seorang wanita di sebuah pelabuhan dan terobsesi untuk mencium wanita tersebut. Membaca cerita ini membawa saya teringat akan fantasi saya akan Bu Guru Noenoek, lebih lima puluh tahun lalu (http://community.kompas.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=25303§ion=92).

Saya lega ketika sempat mengemukakan uneg uneg saya, mengapa film film Indonesia sering memberikan peran tokoh dengan karakter jelek dari Indonesia, sedangkan sang pembela kebenaran atau tokoh dengan karakter bagus selalu dari pihak asing atau tokoh asing ? Lihatlah cerita film Laki Laki dan Mesiu. Tokoh asing digambarkan sebagai pahlawan pemberantas narkoba, sedangkan jaringannya terdiri dari tokoh2 yang digambarkan dari Indonesia. Ini tak baik untuk memupuk rasa percaya diri anak anak muda. Di Amerika pun mereka membuat karya2 imaginatif film action seperti Rambo, hanya seledar untuk memupuk rasa percaya diri anak anak muda sesudah mereka kalah perang di Viet Nam.

Garin membalas lugas kalau dirinya tak pernah memproduksi karya karya film seperti itu. Jika anda anda sering mengeluhkan alur cerita cerita sinetron kita, tontonlah film Garin. Pasti akan merasakan nuansa yang lain. Nuansa angina kehidupan Nusantara. Lihatlah karya karyanya yang lain, Bulan Tertusuk Ilalang, Daun Di Atas Bantal, dan masih banyak yang lain. Karya karyanya penuh pesan dan menggambarkan kehidupan. Karya karya Garin memang menggambarkan realita budaya dan kehidupan anak anak manusia di Nusantara. Karya karya filmya telah banyak mendapatkan penghargaan internasional. Sayang kita di Indonesia sering mengecilkan karya karya orang sendiri.

Dalam kehidupan politik, Garin juga banyak berperan dalam menghembuskan kesejukan dalam kampanye pemilihan di Indonesia lewat pesan pesan massa yang dibuat dan disebarluaskannya. Dia dekat dengan tokoh elit politik papan atas dan punya banyak kesempatan menyampaikan keprihatinan akan hiruk pikuk dunia politik di Indonesia.

Saya merasa sehaluan dengannya ketika bicara mengenai kebijakan sektor publik. Banyak kecenderungan semua kebijakan hanya dilihat untung rugi ekonomi secara langsung tanpa memperhitungkan keuntungan jangka panjangnya. Entah itu di bidang penyiaran dan informasi publik, pendidikan, ruang ruang publik yang selalu dikomersialkan. Keprihatinannya akan kehidupan politik dan sosial di Indonesia, adalah keprihatinan murni anak bangsa. Tak terkontaminasi ambisi kekuasaan dan uang.

Garin cerita kalau putri pertamanya kuliah di Australia, putra kedua di Jerman, ketiga di Indonesia. Dan dia masih punya anak kecil umur empat tahun kalau nggak salah. Tak banyak sempat cerita tentang keluarga.

Banyak tokoh di Indonesia terkenal karena mitos dan popularitas. Tetapi Garin Nugroho kondang karena karya karyanya. Karya karya yang menggambarkan dan membisikkan kehidupan nyata sekitar kita. Tak berlebihan jika dia adalah pendekar Nusantara.
Selamat berkarya Bung Garin.

Ki Ageng Similikithi

No comments: