Monday, August 27, 2007

Bunga bunga sepanjang masa

Hujan begitu deras di luar. Akhir pekan seluruh kota terkurung hujan deras. Hujan selalu tak akrab dengan manusia di Manila ini. Lebih sering datang bersama teman dekatnya, sang angin. Menjadi typhoon yang merusak. Hampir pasti datang dengan bau tak sedap. Lain dengan suasana hujan di desa saya di tahun lima puluhan dan enam puluhan di Ambarawa. Hujan selalu datang dengan aroma sedap. Bau tanah, bau dedaunan, bau bunga. Datang dengan anugerah alam, membasahi tanah dan tetumbuhan. Tak pernah mendera liar.

Nyi Ageng sudah duluan tidur. Masih terlalu sore. Untuk mereka yang berumur muda, apa lagi yang bercinta, saat hujan memang enak di tempat tidur. Hangat dibawah selimut sambil mendengar suara hujan. Untuk orang seumur saya, saat hujan seperti ini lebih pas untuk melamun. Mengenang masa lalu. Mengenang perjalanan waktu. Istilah kerennya tirakat atau semedi. Bukan dugem yang hingar bingar atau tidur terlelap. Biar nampak (sok) bijak bo !

Saat hujan seperti ini membawa ingatan saya akan bunga bunga sepanjang masa. Bunga adalah lambang keindahan. Lambang kelembutan dan kasih sayang. Bau wangi yang semerbak bisa membawa perasaan menerawang ke alam khayal. Melayangkan ingatan dan perasaan ke orang orang yang kita cintai. Warna alami yang indah kadang membawa lamunan ke dunia yang serba indah. Seindah nirwana. Tak terbayangkan seandainya alam tanpa bunga. Kering merana.

Pernah saya ungkapkan, bunga yang paling dekat dengan ingatan saya adalah bunga kopi. Warnanya putih lembut. Sore hari menjelang malam baunya mulai semerbak lembut. Kebun kopi kami tak begitu luas waktu itu. Tetapi saat musim bunga baunya akan menyebar di seluruh lereng bukit. Mungkin bagi anda yang belum pernah merasakan nggak bisa membayangkan. Cobalah suatu saat berkunjung ke daerah kebun kopi saat berbunga. Bersama orang yang benar benar anda cintai. Bukan WIL ataupun PIL.

Suatu sore di tahun 1963, kami kedatangan tamu teman bapak dari Yogya. Bersama anak gadisnya, saya nggak tau namanya. Pohon2 kopi sedang berbunga. Si gadis begitu terbuai menikmati bau bunga kopi. Saya tak pernah bisa lupa wajahnya yang begitu ceria berjalan di antara pepohonan kopi. Dia memakai gaun warna jambon. Saya terpukau melihatnya dari sela dedaunan. Dia bergerak lincah dan ringan di antara pohon pohon kopi. Seperti tokoh silat di taman seribu bunga yang digambarkan dalam cerita cerita silat Tiongkok, oleh Kho Ping Hoo. Saya selalu teringat wajahnya waktu itu. Mungkin karena pengaruh bunga kopi itu. Saya masih kelas satu SMP. Guru selalu bilang, anak lelaki pantang melamun berkepanjangan. Apalagi tentang gadis cantik. Pantangan bo !

Bunga lain yang lekat dalam ingatan adalah bunga yang tumbuh dari umbi sejenis pandan. Saya tak tahu namanya. Hanya tahu jenis daunnya seperti pandan, tumbuh dari umbi. Bunganya berbentuk corong. Bunga ini selalu datang di akhir musim kering, menjelang hujan tiba. Warnanya kadang merah atau kuning. Dalam suasana kering kerontang, bunga bunga itu marak di antara pepohonan kopi. Seluruh kebun seperti diberi pewarna merah kekuningan. Tak berbau dan tak tahan lama. Cepat layu jika dipetik dan ditaruh dalam vas. Di tahun tujuh puluhan mulai jarang muncul. Warnanya begitu cerah seolah menyqmbut hujan yang akan segera tiba. Memberikan kesan semangat dan rasa optimis sesudah kerontang musim kering yang panjang. Bunga bunga itu sekarang punah tak berbekas. Alam memang semakin kering.

Bunga sedap malam adalah bunga malam yang sangat saya kagumi sejak kecil. Ibu selalu memasangnya di dalam vas di pendopo rumah kami. Kebiasaan ini kadang saya lakukan sewaktu saya masih di Yogyakarta. Setiap kali ke Ambarawa, saya selalu membeli bunga sedap malam. Baunya begitu merayu menghanyutkan. Bunganya berwarna putih. Hampir seperti gladiol. Di tahun 1963, saya saat itu disuruh bapak saya mengunjungi adik sepupunya di Bandungan. Saya memang hampir tak pernah datang ke rumah keluarga bulik saya itu. Keluarga itu begitu pendiam, walaupun banyak putranya ada lebih enam orang. Rumahnya begitu senyap. Nggak seperti rumah kami yang ramai karena saya dan adik2 saya yang selalu riang bergurau.

Habis makan siang, Bulik saya menyuruh untuk memotong bunga2 sedap malam di kebunnya. “Sampaikan salam untuk bapakmu dan bilang supaya jaga kesehatan”. Sore itu juga turun hujan. Selepas hujan saya menunggu dalam opelet yang akan turun ke Ambarawa. Ada sepasang kekasih atau pengantin baru yang juga menunggu akan turun k Ambarawa. ’Dik bungamu indah sekali. Untuk kami saja ya”, mereka bergurau. Saya berikan seikat sedap malam. Senang sekali melihat mereka berdua begitu bahagia. Hanya beberapa untai sedap malam.

Bunga lain yang terasa dekat adalah bunga sepatu ( Hibiscus rosa sinensis). Di desa saya dikenal dengan nama bunga wora wari. Kebanyakan dipakai untuk pagar atau untuk penahan lereng terjal. Bunganya merah dan nampak tenang. Bunga bunga itu tak pernah protes atau marah walaupun dahan dahannya ditebasi di musim kering. Dahan dahan yang tersisa masih saja bergoyang menari bersama angin. Lambang kesabaran. Di pertengahan tahun sembilan puluhan seorang teman di Universiti Malaya mengundurkan diri sebagai peneliti oleh karena dia akan menekuni usaha perkebunan bunga sepatunya. Dia bikin industri agar dari bunga sepatu untuk ekspor. Tak hanya karena bisnis semata. Dia mempunyai keterikatan emosi yang dalam dengan bunga sepatu. Moga moga usahanya berkembang pesat.

Bunga kenanga selalu memberikan kesan magis dan mistik. Di beberapa tempat sering orang menganggap pohon kenanga angker. Mungkin karena baunya yang menusuk tajam teutama di malam hari. Ada pohon kenanga di depan rumah saya dulu di Ambarawa. Juga di halaman rumah saya di Yogya. Ada satu pohon kenanga yang selalu berbunga. Baunya selalu menusuk tajam di malam hari. Saya selalu menghirupnya dengan damai di malam hari di beranda depan. Ada kesan magis. Tokoh2 spiritual atau perdukunan mungkin akan tambah afdol jika menanam pohon kenanga dan beringin di halaman mereka. Sayang pohon beringin sudah banyak dipolitisir, nggak bisa netral lagi sejak jaman Orde Baru.

Bunga bouginvila adalah bunga yang banyak di jumpai di kota kota di Asia. Tengoklah jka anda keluar dari bandara di Singapura, bouginvila yang begitu semarak. Juga sewaktu memasuki kota Yangoon di Myanmar, atau Temanggung di Jawa Tengah. Begitu warna warni, walau saya sangat mengagumi yang berwarna ungu. Setiap kali berkunjung ke kota kota tropis di Asia saya selalu mencari bouginvila. Hanya ingin melihat.

Masih banyak bunga lain yang dekat dengan perasaan say. Melati, angrek maupun mawar. Saya sangat mencintai bunga melati. Hanya selalu saja mengingatkan pada anak saya almarhum. Entah anda percaya atau tidak, beberapa hari sejak kepergiannya bau melati itu selalu datang di malam hari. Kami tak banyak lagi menanam melati di halaman karena kesan ini. Bunga angrek sangat indah bagi banyak orang. Tetapi kesan saya yang sangat pribadi, keindahannya sudah banyak dimanipulasi manusia. Bunga mawar adalah lambang cinta dan kasih sayang. Saya nggak tahu mengapa saya selalu mempunyai sensasi kehilangan, bau kematian setiap mencium bau bunga mawar.

Mohon maaf jika tak dilampiri dengan gambar dan nama Latin bunga bunga itu. Harapan saya masih banyak yang akan bercerita tentang bunga. Kesan kita akan bunga memang sangat personal sekali kan.

Salam dengan bunga

Ki Ageng Similikithi (bs2751950@yahoo.com)


Dimuat di Kompas Cybermedia, 27 Agustus 2007

1 comment:

Ki Ageng Similikithi said...

Tambahan informasi. Bunga seperti bunga pandan yang saya tak tahu namanya itu sebenarnya adalah bunga amaryllis yang hidup liar. Bisa dibudidayakan dalam pot sebenarnya