Thursday, June 28, 2007

Rintihan pilu dari Trisakti dan Semanggi

Puisi ini saya untai untuk mengenang mereka yang gugur di Trisakti dan Semanggi. Mereka gugur untuk sebuah harapan bagi bangsa tercinta. Mereka bertanya dan menghadap kekuasaan yang tak bertepi. Kekuasaan tanpa nurani.

Saya terhenyak ketika ada pembaca Koki yang menanyakan apakah puisi saya Anak Anak Bangsa dari Plaza de Mayo, juga diperuntukkan korban Trisakti dan Semanggi ?

Ikut gugur di Semanggi adalah anak kawan saya di SR dan SMP, Arief Prijadi. Putraya adalah Wawan (Bernardino Realino Norma Irmawan). Ibu Wawan, Sumarsih, menjadi tokoh pejuang hak azasi manusia di Indonesia).


Rintihan pilu dari Trisakti dan Semanggi

Anak anak muda itu hanya ingin tahu
Sampai kapan kekuasaan itu akan berlalu
Yang tak berbatas langit dan tak berbatas mimpi
Yang terkemas dalam surat perintah rapi
Terbungkus palsu sejarah berwindu windu.

Anak anak muda itu hanya ingin bertanya
Mengapa kelaparan semakin mendera
Mengapa derita dan kekurangan merajalela
Di tengah maraknya segala tipu daya penguasa
Merengguk harta bumi nusantara.

Mengapa anak anak negeri masih juga menanggung lapar
Mengapa anak anak negeri masih juga mati di usia dini
Mengapa ibu ibu muda terpaksa pergi untuk selamanya
Anak anak negeri ini tak mampu lagi berdiri
Tak mampu berlari mengejar mimpi
Seonggok harapan menggapai masa depan selalu sirna
Bersama derita dan kemelaratan.

Tak ada kata kata bijak
Tak ada pesan pesan sejuk
Tak ada ungkapan menjawab sedu sedan itu
Hanya hiruk pikuk retorika
Teriakan lantang demi stabilitas kekuasaan.

Ledakan peluru yang menyambut anak anak muda itu
Terenggut hidup dari impian masa depan
Terenggut kasih dari bapak, ibu dan saudara
Terenggut persahabatan di akhir perjalanan
Ah hidup ternyata begitu singkat untuk mereka
Gugur dalam dekapan bumi pertiwi
Nama nama mereka terukir dalam sejarah
Rintihan kesunyian mereka akan terngiang sepanjang masa.
(Manila, 24 Juni 2007)

(Dimuat di Kolom Kita, Kompas Cyber Media, 25 Juni 2007)

No comments: