Monday, April 7, 2008

Catatan yang tersisa

Tulisan tentang Geng Sekolahan oleh Anonymous – Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, (http://www.kompascommunity.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=62004§ion=92) mengingatkan saya akan bahasan serupa yang pernah ditulis anak saya almarhum Moko lebih sepuluh tahun lalu. Tulisan itu saya temukan di antara tumpukan buku buku di meja belajarnya. Mungkin bagian dari tugas sekolahan. Berjudul Remaja Harapan Bangsa. Walau sudah lewat sepuluh tahun, mungkin tulisan ini bisa sedikit menggambarkan kegelisahan anak remaja tentang dunianya. Ibunya juga menemukan tullisan pendek berisi doa doa di dalam sabuk yang dikenakan saat kecelakaan itu terjadi. Tulisan tulisan tersebut masih tersimpan. Untuk mengenang pesan terakhirnya.

***

Remaja harapan bangsa

Akhir akhir ini di ibu kota sedang diguncang dengan masalah tawuran remaja yang terjadi di sekolah sekolah lanjutan. Korban korban pun berjatuhan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Keadaan itu tentu saja sangat memprihatinkan bagi seluruh penduduk di ibu kota, bahkan seluruh bangsa Indonesia pun ikut merasakan. Remaja sekarang sudah berbeda dengan remaja zaman dulu. Remaja zaman dulu masih sadar akan kewajibannya sebagai pelajar, sedangkan remaja pada jaman sekarang terlalu banyak menuntut dan meminta tanpa menghasilkan prestasi yang berarti.

Tetapi bagaimanapun semua ini bukan hanya salah dari para remaja itu sendiri. Pengaruh keluarga dan lingkungan di sini juga sangat berperan, di samping pengaruh dari perkembangan teknologi dan kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Sebagai contoh adalah kebudayaan pemakaian ekstasi, dan obat obat terlarang lainnya di kalangan remaja yang akhir akhir ini semakin ramai dibicarakan. Penggunaan ekstasi ini sebenarnya datang dari luar negeri atau pengaruh dari kebudayaan asing, maka di sini moral dan hati nurani remaja itu sendiri yang harus menyaring apakah kebudayaan asing tersebut baik ataukah tidak bagi dirinya.

Sebenarnya para remaja tersebut belum mengerti benar kewajiban dan hakekatnya sebagai remaja. Jika mereka tahu kewajiban mereka adalah belajar dan menuntut ilmu dengan giat, sedangkan hakekat mereka adalah sebagai tumpuan harapan bangsa yang kelak akan menggantikan angkatan angkatan sebelumnya yang telah pension untuk membawa bangsa ini menuju kea rah yang lebih baik, maka seharusnya mereka menjaga dan mempersiapkan diri untuk mendapatkan "tongkat estafet" meneruskan pembangunan negeri ini.

Oleh karena itu sebagai tumpuan harapan bangsa, para remaja itu seharusnya kreatif mengembangkan kebudayaan mereka sendiri, jangan sampai kebudayaan mereka hilang, dan mereka dijajah oleh kebudayaan asing yang belum tentu baik bagi mereka. Dan sebagai tumpuan harapan bangsa mereka juga harus selalu bersatu dangan para temaja yang lain di dalam negeri ini, untuk bersama mengadakan kegiatan kegiatan remaja dalam rangka mengembangkan kreatifitas, menyiapkan fisik dan mental, untuk kelak membangun bangsa yang mereka cintai ini.

Jadi tumpuan harapan bangsa para remaja itu seharusnya menjaga diri dan mempersiapkan diri mereka untuk kelak akan meneruskan pembangunan di negeri ini. Merke tidak hanya siap dengan otak yang cerdas, tapi juga keluhuran budi, kecakapan sikap agar kelak nasib bangsa kita akan lebih baik di tangan mereka.


***

Tulisan tersebut kami masukkan dalam buku Perjalanan Terakhir yang kami terbitkan dan sebarkan dikalangan teman, sanak keluarga untuk mengenangnya. Mungkin tulisan itu tak terlalu istimewa isinya. Tetapi tetap merupakan kenangan dan cerminan isi hatinya yang mungkin kami memang jarang berkesempatan untuk saling berbagi. Hanya sesudah dia pergi saya bersama ibunya sering sering membaca tulisan dan doa doanya.. Hanya catatan yang tersisa.

Salam damai

Ki Ageng Similikithi

(Dimuat di Kolom Kita Kompas Cyber, 7 April 2008)

No comments: