Friday, April 11, 2008

Penyidikan spiritual kasus penyuapan anggota DPR

Berita menarik koran Kompas hari hari ini. Seorang anggota DPR bernama AN, seorang SEKDA (sekretaris daerah) dan pejabat publik pemerintahan tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hotel Ritz Carlton, Jakarta, sedanga melakukan transaksi penyuapan. Disebutkan ada seorang anak wanita belasan tahun yang ikut tertangkap. Dia diduga seorang PSK (pekerja seks komersial).
(http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/09/0929056/pertama.dalam.sejarah.kpk.tangkap.tangan.anggota.dpr.). Kasus korupsi anggota DPR dan pejabat, entah se eselon, atau di atas dan dibawah SEKDA, sedang hangat disorot masyarakat. Banyak komentar dan protes terlontar dari pembaca akan kasus penyuapan ini. Ini salah satunya,

benny tri @ Rabu, 9 April 2008 | 11:27 WIB
Dulunya kamu merayu rakyat untuk memilihmu, kamu mencumbunya dengan uang dan janji-janji tat kala rakyat terjebak dengan ulahmu, kamu meninggalkannya dan membuat hati rakyat menangis dan menjerit melihat tingkahmu, apakah tidak ada tersirat hukuman alam dari tingkahmu itu ? dunia itu sempit dan sementara, coba gapai media yang lebih luas dari dunia--semoga kau tidak tuli, dan buta.


Begitu membaca situasi dan melihat berbagai reaksi dari masyarakat, sebagai aparat intel dunia maya, sekaligus penasehat ahli spiritual imaginer, dengan sigap saya lakukan pengumpulan bukti apakah bukti primer, sekunder atau subsider. Saya lakukan analisis intelijen dan investigasi kriminal spiritual secara mendalam agar kasus ini tidak menjalar kemana mana menganggu stabilitas nasional.

Tujuannya, pertama agar masyarakat tidak emosi dan mengambil tindakan di luar hukum. Prinsip negara hukum harus tegak. Entah itu hukum rimba, hukum dagang atau dagang hukum, hukum adat atau setengah ngadat. Kedua, agar peristiwa memalukan tersebut tidak menular dan memberi inspirasi penyimpangan, penyuapan, korupsi, bagi para pejabat publik lain atau bagi para pemilik modal yang pengin beramal dengan menyogok anggota DPR. Ketiga, agar kasus penyuapan anggota DPR dengan melibatkan ABG (anak baru gede) sebagai PSK tersebut bisa ditempatkan dalam perspektif hukum yang pas, tidak menceng ke sana kemari. Penyuapan ya penyuapan, PSK ya PSK, DPR ya DPR, SEKDA ya SEKDA. Jangan dicampur aduk. Semua harus lurus dalam perspektif masing masing. Kalau toh suatu saat terjadi bersamaan, itu namanya nasib. Bencana dan kenikmatan kadang bisa terjadi bersamaan tak terduga.

Ehhhm. Inilah hasil analisis saya. Pertama mengenai alibi penyuapan. Mengapa harus ditangkap dan diributkan ? Mungkin saja ini merupakan bagian dari hak azasi anggota DPR atau SEKDA. Perlu di kaji secara lebih dalam semua peraturan dan perundangan tentang fungsi dan sumpah anggota DPR dan SEKDA. Jangan jangan memang soal suap menyuap dijamin oleh sumpah jabatan mereka. Apalagi jika pejabat pejabat ini selama masa kanak kanak jarang disuapi oleh ibunya. Mungkin tidak pernah. Jika pernahpun mungkin oleh pembantu. KPK harus hati hati, menindak penyuapan yang merupakan hak asasi bisa dituntut ke mahkamah internasional. Masyarakat juga harus ikhlas dan pasrah oleh karena kasus kasus seperti ini sudah lajim. Sudah menjadi konvensi dalam dunia perlemen. Kebiasaan yang sudah lajim.

Kedua mengenai keterlibatan ABG sebagai PSK. Perlu dikaji secara lebih rinci, oleh karena dalam memperjuangkan nasib rakyat banyak, baik SEKDA atau anggota DPR harus banyak bergaul dengan masyarakat bawah. Termasuk bergaul dan berdiskusi dengan PSK. Mendengar suara dari bawah. Mendalami dan menyalurkan arus bawah. Terutama di bawah pusar. Jangan hanya menyuarakan bagian atas. Jika bagian atas sudah mengendor toh bisa ditarik ke atas dengan operasi plastik (katanya La Rose). Tetap tegak seperti papaya. Dugaan bahwa kasus penyuapan itu disertai dengan penyediaan pelayanan seksual oleh ABG PSK, susah dibuktikan secara hukum. Pada waktu penangkapan terjadi sang burung piaraan anggota DPR tidak sedang berkicau. Kalau toh misalnya, si PSK sedang memilin milin sang burung piaraan anggota DPR, kalau dilakukan mau sama mau, tahu sama tahu, KPK mau apa? Bisa saja sang anggota DPR menggunakan prinsip terduga tanpa salah ''Burung burung saya sendiri kok sampeyan mau ikut ikut urusan. Mentang mentang jadi KPK. Emangnya anggota KPK tak suka pelihara burung?"

Ketiga mengenai tempat penyuapan, kok di hotel bintang lima ? Di Ritz Carlton Hotel. Masalah tempat memang sudah disepakati dan direncanakan, oleh penyuap, penerima suap, penyidik. Masak mau suap menyuap nggak boleh di hotel? Mana mau suap menyuap di kandang kerbau. Bau tahi kerbau sudah mengurangi animo untuk saling suap menyuap. Tidak ada hukum yang mengharuskan bahwa penyuapan harus dilakukan di kandang kerbau.

Keempat mengenai motif penyuapan. Diduga berkaitan dengan status hutan agar bisa diubah jadi hutan yang bisa dikelola dan dikomersialkan. Sah sah saja. Mau jadi hutan lindung, mau jadi hutan HPH ( hak penguasaan hutan), itu kan terserah saja sama selera pejabat berwenang. Mengapa pusing pusing. Pengelolaan hutan ya harus mentaati hukum rimba. Mau tebang pilih Indonesia (TPI) atau tebang habis itu hanyalah sekedar retorika.

Kelima mengenai keterlibatan ABG yang baru berumur belasan tahun. Secara logika mungkin ada saja dasarnya. Kalau mau kongkow kongkow antara penyuap dan tersuap, masak harus ngundang PSK yang sudah manula (manusia usia lanjut) ? Apa harus ke panti jompo ? Sori mek. Mau suap menyuap, mau sogok menyogok, dengan PSK kok nggak ngajak ajak. Kalau pengin aman ya ajak teman sebanyak mungkin. Belum tentu mereka tidak suka sogok menyogok, suap menyuap, apalagi kalau ada PSKnya. Prinsip pemerataan dan solidaritas.

Saya minta NYI untuk membaca analisis saya ini. Komentarnya singkat. Logika hukumnya terbalik balik nggak karuan. Ya, apa boleh buat. Mana sih ada logika yang masih pas dalam dunia hukum dan politik kita. Yang penting saran saya sederhana. Aja kagetan, aja gumunan. Jamane jaman edan. Nek ora ngedan ora keduman. (Jangan kaget, jangan heran. Jamanya jaman gila. Kalau nggak ikut gila nggak akan kebagian). Yang kita saksikan adalah sandiwara besar kehidupan politik dan hukum di Nusantara.

Salam damai

Ki Ageng Similikithi

(Kolom Kita Kompas Cyber, 11 April 2008

3 comments:

paromo suko said...

rakyat kecewa, barangkali itulah komentar terhadap segala lakon carut-marut yang sedang dipamerkan di panggung sejarah tanah-air

Indro Saswanto said...

waduh la kok Pembalikan Daya Ingat Pemikiran gini? mangkanya untuk mengartikan harus menggunakan Pola Analisa Ngedan... atau Pakai Kajian Bego biar klop.... ☺

Ki Ageng Similikithi said...

Jamane jaman edan. Arep melu ngedan ora tau kumanan. Bejane sing edan isih beja sing ethok ethok edan.