Sunday, July 12, 2020

Kapiten Toro


Sore hari yang sejuk tahun 1959. Saya bersama beberapa teman tetangga duduk duduk di jembatan ini. Kami berempat sama Jumadi, Kamto dan adik saya Gondo. Duduk duduk di jembatan bambu. Melihat kendaraan lewat antara Ambarawa Magelang. Desa kami Ngampin hanya dua kilometer dari Ambarawa. Disebelah Timur pekarangan ada gereja, sore sore seperti itu biasanya ada kebaktian Tidak enak duduk duduk di sana. Tidak bebas berteriak atau bicara keras.

Mungkin menjelang jam lima sore. Tiba tiba ada dua pengendara udug besar berhenti dari arah Magelang. Sang pengendara berbaju putih dibawah jaket kulit dan bertopi, menggerutu... Sial!. Rupanya ada yg tidak beres pada mesin sepeda motornya. Udhug besar merk BSA. Temannya juga berbaju putih, agak tinggi badannya, naik Harley bilang... tenang saja kita perbaiki. Mereka berdua memperbaiki udhug BSA itu. Rupanya agak kesulitan, kunci tidak lengkap.

Tiba tiba seorang pengendara lain berhenti dari arah Magelang. Merk juga sama BSA ttp nampak lebih baru. Ada apa pak ? Bapak mau kemana. Sang pengendara masih lebih muda menyapa ramah. Dari Yogya mau pulang Semarang. Mesin rewel, kunci tdk lengkap.
Mari saya bantu pak. Pengendara muda ini nampak lebih cekatan. Beberapa saat langsung bisa disarter lagi BSA yang macet itu.

Masih jam lima istirahat dulu. Hawanya sejuk. Dik tulung golekke degan ijo 3 ya. Dia bilang ke saya. Saya iyakan tetapi saya tidak bisa panjat pohon kelapa. Akhirnya seorang tetangga yg nonton disuruh panjat pohon kelapa. Dia ambil 5 kelapa muda warna hijau. Sekalian disuruh buka. Pengendara itu kemudian tanya, habis berapa? Saya bilang gak usah bayar ttp tolong yang ambil tadi dikasih upah. Dikasih lima rupiah. Dia mengeluh. Wah kurang ini pak. Kelapanya yg lain pada gagal tua kalau ada yg diambil degannya. Mosok ? Bapak pengendara itu terbelalak. Satu tetangga saya yang lain bilang, nggak pak tidak apa apa. Dan yang punya pohon kelapa itu masnya ini, sambil nunjuk saya. Dancuk kowe ya, sang pengendara BSA menghardik pemanjat itu.. Terima kasih banyak ya dik. Bilang sama Bapak nanti di rumah. Sapaan ramah ke saya sebelum ngobrol sama temannya.

Kami hanya mendengar kan saja. Pengendara yg datang kemudian ternyata dari Magelang mau pulang ke Semarang. Dia bertanya, bapak bapak tugas dimana ? Kami berdua dari Divisi Diponegoro Kenal sama boss saya pak, sering ke markas besar juga dan pakai HD, pak Hamid. Wah kenal lah. Nama saya Toro, kapten Toro. Mereka sama sama menstart motor gedenya. Lancar semua. Pengendara muda itu pamit mendahului. Saya berangkat duluan. Jam tujuh ada janji dengan pak Hamid. Salam untuk pak Hamid, dari kapiten Toro. Pengendara muda langsung melesat dan suara mesin menggelegar. Kapten Toro dan temannya berangkat pelan. Melambaikan tangan ke saya.

Tidak tahu sampai sekarang saya masih terkesan penampilan kapiten Toro. Berwibawa tenang tdk banyak bicara. Naik motor gede juga tidak tergesa gesa, tidak gecacalan. Nampak sangat percaya diri dan cekatan.

Mandor saya saat ini di perumahan Ngampin Griya Permai namanya juga Toro, umur dan perawakan hampir seperti kapiten Toro. Tidak se ngganteng kapiten Toro. Jika di kasih instruksi selalu bilang ya ya ya. Tetapi harus diulangi instruksi berkali kali. Jarang sekali instruksi langsung dikerjakan. Ya memang dia mandor Toro bukan kapiten Toro yang saya kagumi. Agak ndableg.

Salam hormat untuk kapiten Toro. Tidak tahu beliau dimana. Apa masih ada oleh karena tahun 59 itu kira kira umurnya sudah pertengahan tiga puluhan.
Yogyakarta, 29 Juni 2020.

https://www.facebook.com/ki.a.similikithi/posts/10158692590369940



No comments: