Tuesday, July 4, 2017

Bolehkah aku memelukmu?


Bolehkah saya memelukmu ?

Bandara Frankfurt kira2 sepuluh tahun lalu. Sedang menunggu penerbangan sambungan dengan Lufthansa ke Manila, di business lounge. Petang hari yang sibuk. Saya menikmati minum diet Coke dan makanan kecil seperti asinan, nggak tahu namanya apa. Seseorang datang duduk di seberang meja, dengan senyum santun menyapa, Hi.

Kami berdiam diri dan sibuk dengan laptop masing2, saya menyiapkan agenda pertemuan utk minggu depannya. Tiba tiba dia bersapa " Minuman dan makanan kecil itu apakah sehat? Kesukaan kakak saya juga". Namanya Winnie, gak tau nama belakangnya. Dia sedang menunggu penerbangan lanjutan ke Sao Paolo. Kemudian kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup intens. Dia bekerja untuk Wella di Sao Paolo. Menguasai bahasa Potugis, Perancis dan inggris. bahasa Inggrisnya sangat bagus. Dia cerita, kakaknya juga seorang dokter, umur sekitar 40 tahun, baru saja meninggal beberapa bulan sebelumnya. Tidak ada gejala, selalu sehat dan suka sport. Matanya berkaca ketika cerita tentang kakaknya. Terkesan dia begitu dekat dengan kakaknya.

Pembicaraan kami harus berakhir, tidak lebih dari 40 menit. Dia harus menuju ke anjungan (gate) ok pesawatnya akan berangkat beberapa saat kemudian. Saya meneruskan pekerjaan di laptop. Saya lihat dia masih termangu di depan pintu. Pelan pelan dia melangkah kembali ke tempat duduk semula. Berkata sedikit ragu " You look like my brother. Can I just hug you dear ?". Saya hanya mengangguk pelan. Dia memeluk erat sambil berkata " I miss him so much". Matanya berkaca. Kemudian cepat cepat meninggalkan saya. Hanya bisa berkata "All the best Winnie. Have a nice flight". Tidak ada selfi, tidak ada tukar identitas. Perbincangan sesaat.

Saya sangat memahami. Pernah merasakan hal yang sama sebelumnya. Ketika melihat seorang anak muda dengan anak dan isterinya. Wajahnya persis anak saya almarhum Moko. Saya pengin sekali menyapa dan memeluknya melepas kerinduan yang dalam. Saya hanya berani memandangnya dari seberang meja. Kemudian tenggelam dalam rindu yang dalam ketika sampai rumah. Tetapi Winnie yang saya jumpai di bandara Frankfurt itu berani mengungkapan dan melepas rindunya meski hanya sesaat. Semoga dia selalu membawa kenangan indah akan kakaknya yang sudah tiada.
Salam damai
Ki Ageng BS Setrajaya

2 comments:

paromo suko said...

kulo nuwun, ki
sungguh sebuah pengungkapan kerinduan yang dilakukan secara manis
demikianlah cara berbagi empati yang terkadang kita hanya mampu membayangkannya sekaligus sulit mengekspresikan, sehingga menjadikan rasa rindu itu semakin menggunung
saya juga pernah mengalami sumbatan seperti itu, ketika mencium aroma rokok klobot di sebuah tempat
rindu teramat sangat.....

(saya sowan lagi, ki)

Ki Ageng Similikithi said...

matur nuwun Rama Paromosuko. Lenggah di mana ya, pengin ketemu kapan kapan
Matur nuwun sudah kersa mampir