Sunday, August 2, 2015

Nikmatilah hidup

"Godersi La Vita. Carpe diem", kata kata yang sering diucapkan oleh tante saya semasa hidupnya. Tak begitu nyaman di telinga.  Nikmati hidup, ayo mumpung masih ada waktu. Alfonso bercerita asyik mengenai tantenya. Kami baru makan malam dan ngobrol berdua di satu rumah makan di tepi danau Geneva. Musim panas yang indah di tahun 2009.  Saya kenal Alonso sudah lebih sepuluh tahun. Berteman akrab  ketika sama sama bekerja di lembaga antar bangsa yang sama, WHO, meskipun kami sering berbeda pendapat dalam kerja.  Sebenarnya sejak lama ingin ngobrol berdua, namun kesempatan tak pernah kunjung datang. Sejak pertemuan kami di tahun 2002.

Di tahun 2002, tim kami dijamu makan malam oleh pemerintah Hongkomg dan Cina. Acara makan malam yang mengasyikkan. Tetapi menjadi tegang, ketika nyonya rumah, Margareth, meminta staf WHO untuk menyanyi karena anggota2 delegasi  mereka sudah menyanyi. Tiba tiba Alfonso yang duduk disamping saya waktu itu, menggamit kaki saya, minta saya maju. Dia bilang, Jono, ketua delegasi kami, yang minta. Akhirnya kami bertiga maju, saya, Jono dan Alfonso. Tidak punya hobi nyanyi semua, tetapi Jono bisa main drum. Akhirnya Jono main drum, saya dan Alfonso nyanyi Fly Me to the Moon. Gak tahu kedengarannya kayak apa kombinasi ini. Perasaan saya pasti ambur adul. Tetapi toh tuan rumah bertepuk tangan. Biarkan saja. Alfonso bilang, kapan kapan saya bayar ganti rugi rasa malu ini dengan makan malam.

Malam itu Alfonso cerita tentang tantenya. Tante Angelica  baru meninggal tiga  minggu lalu di Verona, kota kelahirannya. Saya tidak pernah dekat dengan tante saya Angelica. Sebenarnya dia satu satunya saudara kandung ayah saya. Tetapi kehidupan kami berbeda seperti langit dan bumi. Angelica tidak pernah berkeluarga, tetapi berganti pacar atau pasangan puluhan kali. Tak terhitung. Dia seorang wanita pengusaha, bukan orang gajian, tetapi menggaji banyak pekerja di perusahaannya. Wanita yang sangat menikmati hidup. Hedonis dan flamboyan. Suka berpesta pora. Tidak punya anak.  Alfonso menunjukkan foto Angelica sewaktu muda,  cantik seperti Sophia Loren. Tante saya meninggal dalam umur 88 tahun, tiga minggu lalu, mendadak kena serangan jantung saat dansa ballroom, bersama pacar terakhirnya yang masih berumur 40 tahun. Edaaan enggak.

Alfonso sempat menghadiri upacara pemakaman Angelica. Dia satu satunya kemenakan yang ada. Alfonso anak tunggal, ayahnya seorang guru besar di universitas terkenal di italia. Dia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat religius dan terdidik. Tak heran jika dia tidak dekat dengan tantenya. Dia tidak segan bilang jika cara hidup Angelika dikutuk Tuhan. Tidak hidup di jalan Tuhan.  Dalam rapat rapat sering saya panggil dia Padre, dan dia senang dengan panggilan itu. Sebaliknya dia sering berseloroh memanggil saya mullah.

Dia cerita malam itu kalau Angelica ternyata meninggalkan warisan yang sangat banyak. Tidak menyebutkan jumlahnya. Tetapi melihat gambar rumah tantenya yang begitu megah, pasti harga rumah itu berjuta juta dolar.  Layaknya rumah bangsawan Eropa. Dia tidak mau menerima warisannya. Alfonso tetap tidak bisa menerima cara hidup tantenya yang hedonis, serba bebas. Bahkan Alfonso bermaksud menyumbangkan warisannya ke program program kesehatan dunia. Saya tak banyak bicara, hanya sekali sekali menyela. Namun ketika dia bermaksud menyumbangkan warisan tersebut, saya mencoba mengingatkannya. Banyak donor lain yang bisa melakukannya Alfonso. Tantemu pasti sangat menyayangimu, nyatanya dia tidak mewariskan ke pacarnya, tetapi ke kamu, satu satunya kemenakan. Toh tante Angelica tidak mengganggumu, tidak merugikanmu dengan cara hidupnya. Tetapi dia hidup dalam kutukan Tuhan. Tunggu, jangan tergesa memvonisnya, dia tidak merugikan dan mengganggu orang lain, dia menikmati jalan hidupnya. Sampai saat meninggalpun dia dalam suasana sukaria, pesta dansa bersama pacarnya. Di akhir makan malam, nampaknya sikap Alfonso sedikit berubah. Dia akan meneruskan warisan tantenya kepada ke dua anaknya yang masih sekolah di London. Anak pertamanya wanita dan yang kedua laki laki. Yang wanita mengambil jurusan musik, dan adiknya ambil arsitektur. Bantuan pendidikan dari lembaga tempatnya bekerja jelas tidak cukup membeayai beaya hidup dan pendidikan mereka berdua. Keputusan yang sangat tepat, pikir saya.

Kami kembali tenggelam dalam kesibukan masing masing. Hampir setahun kemudian kami bertemu lagi di Manila. Kami makan malam di rumah makan Jepang dekat kantor saya. Alfonso akan pension dalam beberapa bulan ke depan. Sambil berseloroh dia cerita tentang anaknya. Gila, sesudah anak perempuan saya dapat warisan, meski sudah saya atur pengeluarannya, dia langsung beli mobil sport Lamborghini. Dia sangat menikmati pesta dan sudah punya pacar serius. Anak saya tidak hanya mewarisi harta tante Angelica, tetapi juga gaya hedonismenya. Saya menjawab ringan, biarlah dia menikmati hidupnya, toh dia tidak hidup dalam kutukan. Carpe diem, godersi la vita.

Hidup memang beragam. Kita tidak bisa memvonis orang lain denga gaya hidup yang berbeda. Sejauh tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Nikmatilah hidup ini.

Ki Ageng Similikithi

No comments: