Saturday, August 6, 2011

Dalam kegelapan selalu ada keindahan

Manusia Homo sapiens secara alamiah tak suka kegelapan. Dalam temuan temuan purba kala selalu ditemukan perapian yang dulunya digunakan untuk penerangan, penghangatan dan masak memasak. Para pujangga sejak dahulu kala, menggambarkan kegelapan sebagai lambang kesedihan dan kekacauan. Hanya suasana remang remang yang sering dikaitkan dengan suasana romantis dan cinta sepasang anak manusia. Tak sampai gelap. Dalam dunia asmara, gelap hanya dikaitkan dengan perselingkuhan.

Saya terbiasa dengan kegelapan. Karena dibesarkan di suatu desa di Ambarawa di tahun lima puluhan dan enampuluhan. Belum ada listrik waktu itu, penerangan hanya dengan lampu petromaks. Jika waktu tidur tiba, penerangan diganti dengan lampu teplok. Sering tanpa penerangan demi keamanan. Kalau ada maling masuk, dia tak akan melihat apa apa. Tetapi ada penyair yang pernah merangkai puisi. Hanya dalam gelap orang dapat melihat bintang bintang dilangit. Ada keindahan dalam kegelapan. Keindahan yang hening dan dalam.

Awal tahun sembilan puluhan di Amsterdam. Saya menghadiri kongres sedunia farmakologi. Penyelenggaranya kebetulan teman satu klik. Sama sama generasi farmakolog klinik yang dibimbing oleh Folke Sjoqvist (Karolinska) dan Sir Michael Rawlins (UK), tokoh2 generasi pertama dan kedua di Eropa Barat. Hubungan kami cukup erat selama bertahun tahun. Saya mendapat berbagai keringanan untuk menghadiri konggres tersebut.

Kantor saya memesan suatu hotel, relatif murah dan memadai. Hanya agak kaget ketika masuk (check in) ternyata hotel tersebut satu kamar bisa ditempati oleh beberapa tamu. Fasilitas kamar lumayan, ada dua bed, satu single dan satunya double. Hari pertama, aman aman saja. Saya sendirian dan menggunakan tempat tidur tunggal. Hari kedua, jam sembilan malam, masuk pasangan dari Polandia. Agak kikuk, tetapi kami saling ngobrol sampai tengah malam. Sang pria, seorang pilot maskapai penerbangan dari Eropa Timur, adalah teman ngobrol yang sopan, hangat dan bersahabat. Sang pacar kelihatan pendiam, dengan penampilan cantik dan seksi. Kami sepakat mematikan lampu biar bisa tidur nyenyak.

Hari kedua, seusai menghadiri acara konggres, saya kembali ke hotel. Habis makan malam sengaja tidak ke kamar, tetapi melihat TV pertandingan bola World Cup, antara Cameroon yang dibintangi oleh Makanaky lawan Netherland. Masuk kamar lewat tengah malam. Hati hati sekali jangan sampai berisik mengganggu pasangan pilot sama pacarnya, sang pramugari. Saya langsung tertidur lelap.

Belum lama terlelap ketika saya dikejutkan oleh suara gaduh seperti orang berkelahi. Reaksi saya langsung bangun secepatnya dan melacak arah suara. Ternyata suara hiruk pikuk itu datang dari tempat tidur seberang. Kadang diselingi dengan jeritan jeritan tak karuan. Atau desah napas yang memburu. Tak terlihat apa apa, oleh karena gelap. Ada sinar remang remang menerobos masuk, tetapi tak membantu penglihatan saya sama sekali. Hanya kadang kadang saja saya merasa ada gerakan kaki yang menyeberang dan menggetarkan tempat tidur saya. Entah kaki sang pilot atau si pramugari. Tak relevan untuk diverifikasi. Saya kembali berbaring dalam kegelapan yang temaram. Mendengar dan menikmati suara suara dua anak manusia yang bercinta. Dalam gelap ternyata bisa mendengar mereka asyik bercinta. Bukan kegelapan yang hening tetapi penuh suara berdesah bersahutan. Batin saya mengeluh tanpa daya. Ngono ya ngono ning mbok aja ngono. Paginya bangun agak siang. Sudah lewat jam tujuh pagi. Kami bertemu di kantin di lantai dasar. Sang pria bilang kalau mereka sudah dapat hotel yang murah dan nyaman. We will not disturb you anymore with our physical exercise. Saya hanya bilang, enjoy your vacation.

Dua puluh tahun lewat, awal dua ribu sepuluh. Nyi didiagnosis menderita tekanan bola mata meninggi (glaucoma). Tidak boleh tidur dalam gelap. Harus pasang lampu sepanjang malam, supaya tekanan bola mata tak meninggi. Sejak lama memang dia tak bisa tidur dalam gelap. Kami selalu berselisih prekara lampu tidur. Ketika masih muda dia pernah mengeluh, katanya saya bosan melihat wajahnya saat tidur. Terpaksa harus pakai lampu, walaupun hanya samar samar. Sekarang kami sudah sepakat, mulai tidur pakai lampu. Jika salah satu sudah tidur, kami boleh pindah kamar. Saya meneruskan tidur dengan lampu mati atau NYI meneruskan tidur dengan lampu menyala terang. Hak azasi pasangan manula. Tak ada desah memburu. Sudah terlalu tua untuk bergelut dalam kegelapan. Demi transparansi harus pasang lampu. Good governance and transparency in bed. Edan, prinsip transparansi dan keterbukaan di bidang politik kok sampai ranjang.

Salam damai
Ki Ageng Similikithi
Manila, 18 Juli 2011.
http://www.facebook.com/profile.php?id=772324939&sk=notes#!/note.php?note_id=10150260810303467

No comments: