Saturday, August 29, 2009

Sepatu dari kulit rusa

Sepatu dari kulit rusa – bulan madu sampai mati

Lirik lagu Sepatu Dari Kulit Rusa terdengar mengalun indah. Malam yang hening. Lupa kapan persis tahunnya. Mungkin tahun tujuh puluh.. Juga nama pasangan suami isteri yang menyanyikannya. Minggu malam itu, ada acara latihan musik di rumah pak Darwis Brahim almarhum di kampung Suronatan, Yogyakarta. Saya mondok di rumah pak Darwis sejak tahun 1969 sampai 1972. Keponakan beliau, pasangan muda suami isteri itu menyanyikan lagu dengan kompak dan rukun. Perasaan saya hanyut terbawa oleh lagu itu.

Kubelikan sepatumu
Dari kulit rusa
Kunyanyikan lagu untukmu
Lagu tentang cinta.

Tak hapal sepenuhnya lirik lagu itu. Hanya di akhir lagu ada pesan mendalam "Bulan madi sampai mati". Lagu itu begitu indah dan membawa pesan yang dalam. Pesan tentang cinta yang langgeng sampai mati. Saya terkesima malam itu karena lagu itu dan pasangan rukun yang menyanyikannya. Sang isteri berparas anggun, seorang pengusaha batik yang ulet, melambangkan ciri wanita Yogya dan Solo yang suka bekerja keras. Sang suami berwajah menarik dan gantheng, pengusaha hotel dan biro perjalanan Natrabu. Dia suka memakai baju merah dan berpakaian necis. Saya selalu merasa iri dan kagum. Wanita Yogya dan Solo selalu memanjakan dan begitu memperhatikan (care) sang suami, kesan saya waktu itu. .. Itu juga yang saya lihat dari pasangan yang menyanyi malam itu. Kami kebetulan bertetangga dekat. Almarhum pak Darwis yang saya pondoki, adalah ketua Rukun Kampung di Suronatan, dan juga ketua kelompok orkes keronsong di sana. Putra pertamanya, mas Bursman, jadi pengusaha di Jakarta dan penah beristerikan penyanyi kondang Ivo Nila Krisna. Kabarnya dia juga suka menyanyi, tetapi belum pernah saya melihat mas Bursman menyanyi. Tak pernah luntur dari ingatan saya pesan dari lagu itu. Bulan madu sampai mati. Walaupun pengalaman pacaran dengan gadis Solo atau Yogya selalu berakhir kandas tanpa kata kata. Hanya hilang menguap begitu gampang di langit. Sublimasi semata. Pernah saya ceritakan di Koki Kompas.. Tetap saja ada kenangan yang indah.

Malam ini saya mencoba membuka buku harian lama. Ada pesan menarik tertanggal dua puluh tujuh Mei 1972. EMSA, gadis Solo menulis di bukur harian tersebut. Kami berpacaran selama kurang lebih dua tahun waktu itu.

Ki sayang ,
22 tahun telah datang padamu
Dan kau miliki penuh
Tapi aku tak pernah tahu apa apa.

Hanya ketika datang 27 Mei 1972
Sepenuhnya aku akan mengerti
Tentang hari ini.
Karena hari ini adalah harimu
Karena aku menyayangimu.

Dan apabila seseorang menyayangimu,
Maka ia akan menyayangi seluruh hari harimu
Setiap damba dan cita citamu
Segala kehidupanmu
Dan semua yang ada padamu.
Kemudian ia akan berdoa kepada Tuhan untuk kebahagianmu.
Kasih dan sayangmu EMSA.

Tak sedalam pesan dari lagu Sepatu Dari kulit Rusa. Tetapi saya mendapat kesan pesan cinta yang dalam, yang romantis, walau akhirnya kandas. Tak ada yang perlu disesali. Perjalanan memang selalu tak terduga. NYI juga membaca buku harian ini kemudian ketika kami sudah bersuami isteri. Tak ada pengaruh sama sekali. Pesan mendalam Sepatu dari Kulit Rusa lebih dominan bagi kami, bulan madu sampai mati. Pesan cinta selalu didominasi oleh perasaan, oleh romantisme. Jarang tercampur dengan rasa napsu dan seksualitas. Bandingkan dengan pesan pesan yang dikirim oleh Gubernur Sanford kepada kekasih gelapnya (WIL), wanita Argentina itu. Dalam tayangan TV, jika tidak salah ada ungkapan yang menyatakan " keindahan lekuk liku tubuh dan dua buah gunung di tubuhmu". Sulit mengatakan ungkapan tersebut karena rasa cinta dan romantisme semata. Ada napsu, ada seksualitas disana. Lebih pas untuk hubungan WIL dan PIL. Mungkin bukan semata karena cinta yang menggebu. Hati hati jika terima syair syair dari kekasih yang penuh napsu dan seksualitas lho. Jangan jangan malah berakhir PIL atau WIL. Indahnya PIL dan WIL lebih banyak di sisi napsu dan seksualitas.

Bulan Juni 2009. Saya bersama NYI ke Washington DC. Tidak khusus bulan madu.. Hanya pengin jalan jalan setelah lima belas tahun tak menginjak tanah Amerika. Kami tinggal di satu hotel di Pensylvania Avenue. Saya menghadiri pertemuan sejak jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Berhari hari NYI mengeluh tak bisa menemukan mall. Mau beli tas di sana. Tak bisa menemukan tempat belanja yang pas katanya. Paling gampang mestinya pergi ke mall. Tetapi berkali kali putar putar down town Washington, tak juga menemukan mall.

Sampai di hari ke empat, saya pulang pertemuan lewat kampus George Washington University, ada papan penunjuk ke arah National Mall. Sampai hotel cepat cepat saya memberitahu NYI, ada mall dekat sini, hanya setengah jam jalan. Kami bergegas ganti pakaian dan turun ke jalan. Resepsionis hotel memberi tahu kalau mall itu buka dua puluh empat jam. Kami berjalan bergegas sesuai arah petunjuk. Beberapa kali bertanya penjalan kaki, selalu ditunjuk ke taman besar dengan hutan lebat di tengah kota. Merasa bloon benar, ternyata memang National Mall bukan shopping mall yang saya bayangkan. Kelelahan kami duduk di tepi jalan. Selang dua puluh menit ada taksi yang mau berhenti. Ketika saya minta diantar ke shopping mall terdekat, bukan National Mall, dia malah tertawa terkekeh mengerti kekeliruan kami.

Akhirnya kami diantar ke Pentagon City mall. Tak terlalu besar dibanding dengan Mall of Asia di Manila. Tetapi lumayan banyak ragam toko di sana. Moga moga cepat selesai belanja, doa saya. Di Manila kami juga jarang belanja di mall sama sama. Mengantar isteri belanja perlu kesabaran khusus. Setelah berputar putar, akhirnya NYI beli pasangan tas, sepatu dan kaca mata. Satu merk. Tak tahu saya apa istimewanya. Saya hampir tidak pernah beli barang bermerk. Sepuluh tahun terakhir selalu sepatu buatan lokal Filipina, yang juga nampak modis. Saya hanya beli topi saja, untuk kenangan. . NYI nampak riang sekali. Dalam perjalanan pulang ke hotel saya lebih banyak berdiam diri. Masih dongkol pengalaman lari lari cari National Mall tadi.

Saya ingat lagu Sepatu dari Kulit Rusa. Dalam taksi saya lantunkan lagu indah itu.

Kubelikan sepatumu
Dari kulit kerbau,
Kunyanyian lagu untukmu
Lagu tentang cinta.

Tak seindah lamunan dalam Sepatu dari Kulit Rusa. Apalagi telah kesasar sasar lari lari ke National Mall, taman belukar di tengah kota Washington. Juga tidak beli sepatu dari kulit rusa. Mungkin kulit lembu, atau bahkan kulit kerbau atau kambing. Tetapi moga moga pesan akhir lagu itu tetap terhayati, bulan madu sampai mati..

Ki Ageng Similikithi (Manila)

9 comments:

eyang bethoro said...

Aki and Nyi semoga tetep mesra sampai ahir hayat nanti.
Lebaran pulang Ki?
maaf lahir batin.
wass.

Ki Ageng Similikithi said...

Matur nuwun Eyang. Sudah menua mau apa lagi, tinggal menjalani sisa perjalanan. Selamat berpuasa. Lebaran malah nggak bisa pulang je, sial. Salam hangat

paromo suko said...

..................
(tarik nafas panjaaaaaaaaaang)
...................................

Ki Ageng Similikithi said...

Kanjeng Paromosuko,
Terik napas, istirahat, maju jalan graaaakl

mawaradi said...

Selamat Idul Fitri 1430 H, mohon maaf lahir batin,semoga Ki Ageng / Nyi dalam keadaan sehat dan selalu mendapat perlindunganNya.....amin.

Ki Ageng Similikithi said...

matur nuwun Bp Mawaradi. Sugeng Riyadi Salam taklim saking Manila

paromo suko said...

ngomong-ngomong,

plasa(plaza) dan mall ini sebenarnya apa sih? kok yang ada di sekitar saya bentuknya tempat belanja melulu?
padahal (maunya saya, sih) tempat-tempat itu adalah sebuah tempat lapang, menyenangkan, di mana orang bisa melepas penat dan bersosialisasi

dengan nuansa artistik, tentunya

Ki Ageng Similikithi said...

Benar Romo,
Plaza atau plasa banyak memberikan nuansa artistik. Di Buenos Aires yang namanya Plaza de Mayo, Plaza de la Republika adalam taman indah terbuka dengan segala kisah sejarahnya

Ki Ageng Similikithi said...

Horas bah bung Saut