Wednesday, September 10, 2008

Mas Joko & Jeng Nunik

Desah napas putus asa. Terkulai lemah mas Joko di antara lutut sang isteri tercinta Nunik. Mereka baru saja menikah beberapa hari lalu. Saat saat yang diimpikan dan dipersiapkan secara cermat sejak lama buyar belaka. Keperkasaan mas Joko hancur dalam hitungan detik di dalam buaian kemesraan cinta yang menggelora. Tak mampu dia membawa isterinya ke langit ketujuh. Terkulai lemah sebelum sempat mengajak Nunik dalam tarian cinta erotis yang mereka impikan. Malu dan terhina. Ini bertentangan dengan prinsip kepemimpinan dan keperkasaan maskulin yang selama ini menjadi prinsip hidupnya. Sebaliknya Nunik menerimanya dengan iklas. "Nggak perlu tergesa Mas. Masih banyak kesempatan. Saya nggak kecewa kok".

Acara pernikahan mereka meriah dan membahagiakan. Mas Joko telah merancang jauh jauh acara malam pertama. Tak perlu tergesa gesa. Harus dilakukan secara taktis dan terencana. Tidak asal tembak seperti gaya hidup kotemporer masa kini. Bukan tembak dulu urusan belakang. Tak bisa itu. Tak bertanggung jawab. Tak ada dalam kamus. "Saya ini generasi muda masa kini. Bertanggung jawab. Bukan sopir truk jarak jauh". Pacaran juga cuma sekali sama Nunik, yang berakhir sampai ke pelaminan. Pacaran nggak macam macam. Ciuman hanya sebatas pipi sama dahi. Membelai tangan sama kaki (paha) Nunik, benar2 dia batasi. Sengaja selalu menandai demarkasi daerah yang tak boleh dibelai setiap malam Minggu dengan spidol merah. Sedikit di atas lutut dan siku. Nunik pun bahagia. Bagaimana enggak, mas Joko orangnya ngganteng, lurus, jujur, puritan, nggak mata keranjang. Pokoknya Joko thing thing.

Malam pertama terencana. Hari pertama sesudah nikah istilahnya Siaga Tiga tahap persiapan fisik. Hari kedua Siaga Dua, tahap persiapan mental. Hari ketiga Siaga Satu, siap tempur. Berbagai jamu dan latihan olahraga telah dilakukan secara cermat sejak dua bulan sebelumnya. Termasuk senam seksual pria. Bahkan latihan dengan bandul untuk meningkatkan keampuhan tempur perangkat keperkasaan lelakinya. Daya ungkitnya luar biasa dalam latihan. Bandul seberat setengah kilo dengan gampang diangkat berputar ke segala penjuru angin. Rencana siaga satu sampai tiga dibahas rinci dengan Nunik. Sejak kecil mas Joko sudah digembleng dengan disiplin tinggi. Waktu kecil sering nyanyi "Saya seorang kapitein. Mempunyai bedil panjang. Kalau berjalan prok prok prok. Saya seorang kapitain".

Benar benar terpukul mas Joko dengan kegagalan malam pertama. Tak pernah dia bayangkan tragedi yang begitu menghantam harga diri dan martabat kelelakiannya. "Tugas lelaki membawa isteri dalam perjalanan ke sorga asmara. Akan saya buat Nunik takluk melayang di awang awang". Tak akan ada lagi tanda spidol merah untuk demarkasi petting malam Minggu. Selamat tinggal spidol merah. Nunik memang penurut. Khas wanita Jawa, menjalani dan menuruti kehendak suami, sampai di tempat tidur. Malam berikutnya, dengan segala persiapan fisik dan mental, kedua pasangan itu mencoba kembali memadu cintanya. Mas Joko khusuk berkosentrasi. "Saya akan buat Nunik melayang terkulai dalam kenikmatan laut asmara".

Semua teori buku yang dibacanya kental mengendap dalam ingatan. Dia memang belum pernah sekalipun melakukan hubungan fisik pria wanita. Kali ini sedikit membaik. Namun dia tetap saja keburu jatuh ke bumi. Jatih ke kasur sebenarnya. Terkulai dalam pelukan mesra Nunik. Khayalan terbang melayang bersama Nunik tak juga kesampaian. Sementara Nunik hanya mendesah ringan. Tak sempat melayang. Tak sempat menari di awang awang. Perjalanan masih jauh. Dia menerima. Malam malam berikutnya tak banyak berbeda. Selalu kandas di kasur sebelum terbang melayang. Hanya sedikit lebih baik. Pada awal awalnya, mas Joko terkulai di antara lutut , sampai Nunik harus membimbingnya untuk berbaring di sampingnya. Malam malam berikut dia sedikit membaik, terkulai lemah disamping pelukan sang isteri.

Dengan sayang Nunik selalu memeluk dan membelainya. Memberi semangat, tak perlu kecil hati, walau dalam hati keinginan Nunik juga begitu membara. Semua akal sudah diterapkan Semua buku dan ajaran sudah diendapkan dalam benaknya. Bahkan senjata ampuhnya selama kini selama berhadapan dengan lawan bicara juga dicobanya. Mas Joko selalu batuk kecil (bhs Jawa dehem) sebelum bicara. "Eeeeeeem eeeeeeeem" . Lawan bicara selalu akan terpesona dan mengiyakan apa yang dikatakan. Meskipun kadang hanya bualan semata. Batuk batuk kecilnyapun sudah dicoba sebelum memulai bermain asmara dengan Nunik. Tetapi nampaknya tak mempan juga.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Akhirnya Nunik menyarankan agar periksa ke dokter. Atau memakai Viagra yang sering diiklankan lewat internet. Mas Joko hanya mengangguk. Batinnya memberontak. "Persetan dengan dokter. Persetan dengan Viagra. Nunik, tak perlu sedu sedan itu. Saya ini pria tangguh masa kini. Jika sampai waktuku, kubawa kau terbang di awang awang". Akhirnya mas Joko baca berbagai iklan di surat kabar. Begitu vulgar dan memikat. Ini dia, banyak iklan tentang lemah syahwat. Menawarkan berbagai cara meningkatkan keperkasaan lelaki. Mas Joko tertarik satu iklan kecil. "Melayani konsultasi langsung. Ahli totok jalan darah untuk lemah syahwat". Dalam dunia kangouw (silat) selama ini tak ada cerita totok jalan darah untuk meningkatkan syahwat. Kontraindikasi totok jalan darah daerah sekitar burung. Angker.

Singkat cerita mas Joko membuat perjanjian untuk konsultasi dengan ahli lemah syahwat, mBak Riri. Tokoh satu ini hampir tiap minggu namanya terpancang di koran, menawarkan pengobatan mujarab lemah syahwat. Dia buka praktek di berbagai kota. Lewat jam sembilan malam, dengan berdebar debar mas Joko datang ke tempat praktek mbak Riri di sudut kota. Kamar prakteknya tertata rapi, bersih, penuh aroma. Hanya ada beberapa pasien yang menunggu. Kesemuanya lelaki setengah baya ke atas. Mungkin semuanya menjelang atau sudah pension. Rata rata pria genit usia lanjut. Mas Joko termuda di antara mereka.

"Dimas, saya tahu masalahmu sejak awal. Jangan khawatir. Semua bisa diatasi". Mas Joko terhenyak mendengar sapaan lembut mBak Riri. Perlu terapi khusus. "Aliran darah panjenengan nggak lancar Dimas. Perlu sedikit totokan". Walau hatinya setengah nggak percaya dia toh manut saja. Dia dibawa masuk ke kamar periksa khusus. Tenang dan sejuk. Suara mBak Riri begitu lembut membaca mantera mantera, seperti menyanyi pelan pelan. Dia terbawa alunan suara yang begitu indah. Tak menyangka tokoh spiritual lemah syahwat ini masih begitu muda. Hanya beberapa tahun di atas mas Joko. Tak tahu dia apa yang dilakukan Mbak Riri. Perasaannya melayang jauh. Pelan pelan tapi pasti perangkat kelelakiannya berangkat tegak kembali. Seperti dalam latihan latihan fisik sebelumnya. Tegak lurus, disiplin seperti dalam posisi baris sempurna. Sementara suara lembut mBak Riri semakin membuai. Tangannya halus membelai daerah daerah sensitifnya, yang seharusnya jadi demarkasi. Tetapi tak sempat lagi dia berpikir tentang spidol merah. Manut saja, ketika bisikan mesra itu mampir ke telinganya. Terbersit harapan lebih dari sekedar bisikan mesra itu. Telentang larut dalam lamunan mesra. Aaah begitu membuai. Sadar sesadar sadarnya, mBak Riri telah duduk di atasnya menari nari pelan dan lembut. Dia ikut menari dengan irama erotis yang menghanyutkan. Dia melayang di awang awang dalam bimbingan Mbak Riri. Perasaan yang diimpikan selama ini. Selesai tarian sorga dia kembali ke bumi bersama desah napas serentak berkepanjangan. Inilah klimaks dari semuanya.

Mas Joko terpana dalam kepuasan fisik dan emosi yang dalam. Hatinya gagap. Rasa penyesalan menyelinap. Ini pengkhiatan. Akhrinya dia menukas sendiri. Bukan pengkhiatan. Bukan perselingkuhan. Ini pengorbanan. Untuk kebahagian bersama Nunik tercinta. Malam malam berikut, tak ada lagi ambisi menaklukan Nunik. Membimbing dan membawa Nunik melayang ke awang awang. Yang ada dia selalu ikut menari, ketika Nunik duduk diatasnya. Menari bersama. Melayang bersama. Menikmati bersama. Dia sadar sesadar sadarnya, kepuasan dan kenikmatan adalah kebersamaan bersama Nunik yang dicitainya. Bukan menaklukan, bukan membimbing. Bukan tentang keperkasaan. Bukan tentang siapa yang pegang komando. Tetapi tentang dia dan Nunik, sang isteri yang sangat dicintai. Tentang cinta dan kebersamaan.

Salam damai untuk para penganten baru

Ki Ageng Similikithi


Dimuat di Kolom Kita Kompas Cyber Community, 10 September 2008
(http://community.kompas.com/read/artikel/1135)

No comments: