Thursday, June 30, 2011

Ciuman bibir

Terhenyak saya membaca tulisan di Kompas yang mengatakan bahwa banyak wanita Indonesia yang tidak tahu dan tidak merasakan puncak kenikmatan hubungan seksual (orgasmus) dengan pasangannya (http://health.kompas.com/index.php/read/2011/06/26/22443255/Banyak.Perempuan.Tak.Tahu.Orgasme). Tulisan semacam ini memang sudah banyak di terbitkan di kepustakaan. Tetapi kali ini berdasarkan pengalaman yang diungkapkan oleh seseorang yang sangat banyak mengamati dan mendalami permasalahan hubungan pria dan wanita di dunia nyata, Liany Hendranata. Pandangannya bukan semata mencerminkan pandangan teori dunia akademis, tetapi mencerminkan apa yang banyak dialami wanita di dunia nyata.

Saya bukan ahli dalam seksologi. Juga bukan marital counselor. Tetapi sejak tulisan ringan tiga tahun lalu tentang ciuman pipi (http://www.facebook.com/notes/ki-ageng-similikithi/tulisan-lama-3-tahun-lalu-cipika-cipiki-di-kolom-kta-kompas/10150243731363467) banyak komentar dan masukan yang berkaitan dengan ciuman bibir dan masalah kepuasan puncak hubungan seksual. Karena saya bukan ahlinya, dan saya juga tidak mengkhususkan tulisan saya dalam hubungan seksual , maka komentar dan masukan tersebut tak menjadi bahan ulasan lebih lanjut. Tetapi membaca pendapat Liany Hendranata dalam rubrik kesehatan Kompas tadi, saya ingin ungkap beberapa kasus, mungkin bermanfaat sebagai masukan, renungan dan bahan diskusi. Terutama untuk kalangan wanita mengenai masalah ciuman bibir dan puncak kepuasan seksual.

Coba kita simak kasus kasus dibawah ini. Silahkan komentar dan bagi bagi pengalaman, analisis dan pandangan. Bukan dari sisi ahli, tetapi dari sisi pelaku yang mengalami sendiri. Kasus kasus ini datang lewat dunia maya mengomentari tulisan tulisan di atas.

Kasus pertama.
Seorang wanita karier, pendidikan tinggi dari kelompok menengah, umur sekitar empat puluh tahun. Berkeluarga dengan suami seprofesi, selisih umur kira kira sepuluh tahun. Suami pilihan sendiri dan ada masa pacaran beberapa tahun sebelum kawin. Putra tiga, yang nomer satu sudah hampir masuk universitas. Karier profesi berjalan bagus dengan jejaring luas. Mengatakan bahwa selama lebih lima belas tahun terakhir semenjak kelahiran putri pertama tidak pernah merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan seksual. Juga tidak pernah lagi melakukan ciuman bibir bersama sang suami seperti saat pacaran dan saat awal perkawinan. Bahkan mengatakan sudah lupa cara dan rasa berciuman bibir. Hubungan seksual dilakukan hanya sekedar menjalani tugas sebagai isteri. Hubungan dengan suami dingin karena sebab yang tak diungkapkan. Tak pernah mengungkapkan masalah ciuman dan hubungan seksualnya dengan sang suami. Tak pernah melakukan hubungan dengan orang lain, meski punya kawan dan jejaring luas.

Kasus kedua
Seorang wanita muda dengan pendidikan tinggi, umur awal tiga puluhan, baru merangkak membina karier profesi. Juga mempunyai usaha swasta. Berputra tiga dan bersuamikan seorang pengusaha muda. Belum mapan benar. Suami sangat sibuk dalam berusaha sehingga nampaknya waktu dan perhatian untuk isteri dan keluarga tidak optimal. Dia mengatakan sudah 7 tahun lebih tidak pernah melakukan ciuman bibir. Masih berhubungan badan tetapi kurang optimal karena kesibukan suami. Paling banter sebulan sekali dua kali. Masih bisa menikmati puncak kenikmatan seksual, tetapi sudah menurun. Tidak seperti waktu awal perkawinan. Hubungan seksual hanya cepat cepatan asal puas. Asal cepat selesai. Ingin sekali merasakan kembali berciuman bibir, tetapi tak sampai hati mengatakan keinginanya ke sang suami. Walaupun berkomitmen sangat kuat untuk tetap mendampingi suami, dia merasa rasa cinta dan simpati ke suaminya mulai menyurut. Bertransformasi menjadi rasa kasihan. Berkeingian kuat untuk menikmati kenikmatan berciuman bibir, ingin menikmati kembali cumbu rayu, dan ingin lebih menikmati puncak kepuasan seksual.

Kasus ketiga
Seorang ibu rumah tangga, umur lewat pertengahan lima puluhan, pendidikan menengah. Suami selang umur 3 tahun lebih tua. Pernah punya usaha, ditinggalkan karena mengikuti kesibukan suami. Berkecukupan dengan status sosial bagus. Tak banyak kawan dan jejaring social. Putra 5 sudah berkeluarga semua. Suami dikenal sejak mahasiswa dan pacaran beberapa tahun sebelum kawin. Ciuman bibir masih dilakukan dengan hangat walaupun tak membara seperti di jaman pacaran dan waktu masih muda. Masih menikmati hubungan seksual dan puncak kenikmatan seksual, walau tidak sesering sewaktu masih muda. Puncak kenikmatan seksual dalam berhubungan dinikmati semenjak pacaran dengan sang suami. Sekarang hanya seminggu sekali atau lebih jarang. Sejak awal perkawinan selalu berhubungan badan dengan suami setiap hari, atau paling istirahat sehari dalam seminggu. Komunikasi dengan suami cukup tebuka mengenai masalah seksual walau tidak sampai vulgar.


Apakah yang bisa dipetik dari ketiga kasus di atas ?

Masalah kepuasan seksual dan status hubungan pasangan suami steri sangat kompleks dan multi dimensi. Tak bisa disangkal jika hubungan emosional dan keharmonisan hubungan antara masing masing anggota pasangan sangat menentukan. Ada hubungan dekat antara kebiasaan berciuman bibir, ber mesraan dan bercumbu rayu antara kedua anggota pasangan dengan kemampuan untuk mencapai puncak kenikmatan seksual. Ketidak mampuan melakukan ciuman bibir mungkin bisa menjadi tanda awal munculnya masalah hubungan seksual dan masalah keharmonis hubungan ke dua pasangan.

Juga ada hubungan dekat antara kegagalan berkomunikasi antara kedua anggota pasangan dengan meningkatnya masalah hubungan seksual yang mulai dengan masalah ciuman bibir. Saya merasa kaget di alam keterbukaan komunikasi saat ini, masih banyak pasangan yang tak mampu mengembangkan budaya keterbukaan dalam kebiasaan berciuman dan berhubungan badan.

Tak ada gunanya buka buka jika tidak disertai dengan cumbuan cumbuan mesra. Jangan membiasakan diri untuk buka buka, asal cepat terpuaskan. Rebat cekap nimas. Itu tak bertanggung jawab.

Sekali lagi, saya bukan ahlinya. Ini pandangan awam saja. Pandangan anda berdasarkan pengalaman masing masing akan sangat berharga demi pembaca yang lain. Masihkan anda berciuman bibir ? Masihkah anda menikmati puncak kenikmatan seksual ?

Bersatulah para wanita, untuk menikmati cumbu rayu, untuk menikmati ciuman bibir, untuk menikmati puncak kepuasan seksual, dengan orang yang anda cintai. Hidup adalah pilihan. Bukan takdir dan suratan tangan.



Salam sejahtera

Ki Ageng Similikithi

Manila, 29 Juni 2011.

No comments: