Agak terkejut mendengar ceritanya. Begitu lugas tanpa tedeng aling aling. Kami sedang berbincang selesai pertemuan beberapa minggu lalu. Minum di coffee shop di lobby hotel. Sejak dulu dia selalu bicara blak blakan dan lugas. Gaya bicaranya selalu penuh irama dan menarik lawan bicara. Dia datang mewakili organisasinya. Namanya Emine. Seorang wanita profesional dengan posisi yang mantap di salah satu lembaga internasional. Umur sekitar empat puluh, naik turun sedikit. Masih lajang. Berpenampilan menarik. Cantik, jika tidak bisa dibilang jelita. Khas penampilan wanita wanita perbatasan Asia dan Eropa. Sangat ramah dan enak jadi lawan bicara.
Bercerita dengan lancar, di sela derai tawanya yang riang. Ingin punya anak. Tetapi tak ingin bersuami. Buat apa bersuami ?. Bikin susah, harus meladeni di rumah. Saya kan juga punya banyak kerjaan. Perlu istirahat di rumah. Dia cerita pengalaman tidak enak hidup bersama (ko habitasi) dengan kawan hidupnya selama 7 tahun. Masak saya dihardik di rumah saya sendiri, jika ada sesuatu yang kurang? Saya mendengar ceritanya dengan sabar. Sesekali bertanya. Tentang perjalanannya selama ini. Kami memang pernah bertemu beberapa kali di berbagai negara. Di Asia dan di Eropa. Komunikasi juga tidak intens. Bukan teman yang karib. Beda generasi.
Saya mengenal Emine pertama kali enam belas tahun lalu sewaktu ikut misi di Bishkek, Kirghyztan. Dia baru saja lulus dari universitas di Budapest. Dia saat itu bekerja sebagai associate professional officer untuk sebuah lembaga donor yang dibeyai pemerintah Turki. Masih ingat ketika malam malam saya ditilpon. Ternyata rombongan tamu dari Uzbekistan mengundang makan malam. Ternyata mereka menyiapkan kambing panggang. Acara makan selesai lewat tengah malam. Ada kesempatan bicara lebih leluasa dengan dia.Dia cerita kalau pacarnya kerja di Departemen Luar Negeri.
Esoknya kami harus meninggalkan Bishkek menuju Almaty, jalan darat. Ternyata rombongan kami akan dilepas di batas kota oleh salah satu pejabat tinggi pemerintah. Saya mencoba menjelaskan jika tidak perlu asal diberi satu rombongan pengawal sampai perbatasan. Tetapi Emine mengatakan, itu kebiasaan mereka. Kami akhirnya menerima. Ternyata tidak hanya dilepas begitu saja. Ada pesta perpisahan di perbatasan. Lagi lagi kambing panggang.
Di akhir sembilan puluhan saya kembali bertemu dengan Emine di Jepang. Penampilannya tak berubah. Selalu anggun. Waktu itu dia cerita jika berpacaran dengan seorang diplomat Malaysia. Kenapa nggak kawin ? Tak bisa karena sang diplomat sudah berkeluarga. Dia tak mungkin mau dimadu. Tetapi menikmati hubungannya. Berbunga bunga. Ki, you are a family man with a sweet wife. Tak akan bisa mengerti gaya hidup bohemian saya, katanya. Tak tahu apa maksudnya.
Di tahun 2004 kembali lagi bertemu dalam suatu pertemuan internasional di Geneva. Dia mewakili negaranya dalam negosiasi. Kedudukannya tidak main main. Direktur Jendral di pemerintahan. Saya tak membayangkannya seperti petinggi petinggi kita yang suka pelesiran dengan alasan tugas negara. Dia benar benar seorang though negotiator yang handal untuk kepentingan negaranya. Sempat bertemu dan makan siang bersama. How is life? Pertanyaannya selalu datang dengan ramah. Dia cerita punya pasangan hidup bersama. Seorang tokoh lingkungan di negaranya. Dia cerita merencanakan akan kawin jka tidak ada aral melintang.
Beberapa minggu lalu, itulah pertemuan kami yang terakhir setelah tujuh tahun. Ketika dia cerita pengin punya anak, tetapi tak menghendaki suami. Dia masih menjalin hubungan dengan seorang pejabat tinggi pemerintahan di negaranya. Sudah berkeluarga. Tak mungkin kawin. Kecuali jika teman prianya mau pisah dengan isterinya sekarang. Tak mungkin dilakukan. Bisa membunuh karier politiknya. Dia bingung karena susah pisah dengan teman prianya sekarang. Tetapi tak mungkin kawin. Dia mengharap dapat anak dari sang pejabat ini. Tanpa minta pertanggungan jawab apapun.
Saya tak banyak bereaksi. Hanya omong sekenanya. Please do not spoil your life. Time to start a happy family life. Jika ada pria yang mau mendampingi dan menemanimu mengapa tidak kawin saja? Dia akan memikirkannya. Omongannya serius. Jika ada pria mapan yang masih lajang di atas 35 tahun, good looking, yang ingin cari teman hidup, I am serious Ki, as my husband and the father of my kid.
Pagi ini masuk pesannya di inboks saya, any info Ki? Katanya ada seorang pelatih sepak bola dari Meksiko yang ingin kenalan. Saya bercanda, pemain bola itu hanya tembakan kakinya yang keras. Tembakan burungnya suka meleset, tidak indah sama sekali, apa lagi kalau sudah berkeluarga. Do not spoil again your life sweety, time is running out.
Salam damai untuk pria lajang mapan dan good looking.
Ki Ageng Similikithi
Manila 27 Agustus 2011.
Saturday, August 27, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
wahhh seru abis,,,
terima kasih dan salam hangat
Post a Comment