Jam menunjukkan pukul tiga sore. Anak muda itu nampak sibuk di note booknya. Perawakannya tinggi, tegap. Dia berdiri di samping saya di ruang internet bandara Doha. Saya pikir orang Filipina. Tak sempat bicara. Sibuk dengan komputer masing masing. Sejenak kemudian seorang temannya mendekat. Mereka bicara berbisik. Bukan bahasa Tagalog. Saya tak bisa menduga duga. Tiba tiba salah satu terbatuk ringan.
"Wah masih bathok". Saya tersadar mereka dari Indonesia, persisnya dari Bali. Orang Bali biasanya tak bisa bilang batuk, tetapi bathok.
" Wah sampeyan dari Bali Bung".
"Iya pak kami berdua dari Bali".
"Mau pulang ke Denpasar?".
"Kami akan ke Larnaca"
"Di mana itu?" Saya tak ingat secara langsung nama kota Larnaca di mana.
"Di Siprus. Sejak pagi tadi sudah nunggu. Connecting flight nanti jam empat tiga puluh lewat Libanon".
" Mengapa lewat Lebanon? Suasananya tak bisa di prediksi".
" Kami menerima tiket yang sudah diatur agen".
" Tugas di mana bung?"
" Kami kerja di kapal pak".
' Selamat jalan. Semoga sukses selalu ya. Hati hati lewat Lebanon".
Kami hanya sempat bicara tak lebih tiga menit. Tak sempat berkenalan. Tetapi dalam hati saya memuji semangat ke dua anak muda itu. Mungkin mereka meninggalkan anak istri demi masa depan mereka. Hidup memang perjuangan. Ingatan saya melayang 30 tahun lalu. Di bandara Paya Lebar, Singapura, seorang Bapak usia di atas enam puluhan bertanya kemana saya pergi. Saya sedang dalam perjalanan ke Newcastle (UK). Hidup memang perjalanan panjang meniti impian.
Selamat jalan anak muda. Semoga impian anda tercapai kelak
Doha, 16 April 2010
Friday, April 16, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment