Saturday, August 6, 2011

Dalam kegelapan selalu ada keindahan

Manusia Homo sapiens secara alamiah tak suka kegelapan. Dalam temuan temuan purba kala selalu ditemukan perapian yang dulunya digunakan untuk penerangan, penghangatan dan masak memasak. Para pujangga sejak dahulu kala, menggambarkan kegelapan sebagai lambang kesedihan dan kekacauan. Hanya suasana remang remang yang sering dikaitkan dengan suasana romantis dan cinta sepasang anak manusia. Tak sampai gelap. Dalam dunia asmara, gelap hanya dikaitkan dengan perselingkuhan.

Saya terbiasa dengan kegelapan. Karena dibesarkan di suatu desa di Ambarawa di tahun lima puluhan dan enampuluhan. Belum ada listrik waktu itu, penerangan hanya dengan lampu petromaks. Jika waktu tidur tiba, penerangan diganti dengan lampu teplok. Sering tanpa penerangan demi keamanan. Kalau ada maling masuk, dia tak akan melihat apa apa. Tetapi ada penyair yang pernah merangkai puisi. Hanya dalam gelap orang dapat melihat bintang bintang dilangit. Ada keindahan dalam kegelapan. Keindahan yang hening dan dalam.

Awal tahun sembilan puluhan di Amsterdam. Saya menghadiri kongres sedunia farmakologi. Penyelenggaranya kebetulan teman satu klik. Sama sama generasi farmakolog klinik yang dibimbing oleh Folke Sjoqvist (Karolinska) dan Sir Michael Rawlins (UK), tokoh2 generasi pertama dan kedua di Eropa Barat. Hubungan kami cukup erat selama bertahun tahun. Saya mendapat berbagai keringanan untuk menghadiri konggres tersebut.

Kantor saya memesan suatu hotel, relatif murah dan memadai. Hanya agak kaget ketika masuk (check in) ternyata hotel tersebut satu kamar bisa ditempati oleh beberapa tamu. Fasilitas kamar lumayan, ada dua bed, satu single dan satunya double. Hari pertama, aman aman saja. Saya sendirian dan menggunakan tempat tidur tunggal. Hari kedua, jam sembilan malam, masuk pasangan dari Polandia. Agak kikuk, tetapi kami saling ngobrol sampai tengah malam. Sang pria, seorang pilot maskapai penerbangan dari Eropa Timur, adalah teman ngobrol yang sopan, hangat dan bersahabat. Sang pacar kelihatan pendiam, dengan penampilan cantik dan seksi. Kami sepakat mematikan lampu biar bisa tidur nyenyak.

Hari kedua, seusai menghadiri acara konggres, saya kembali ke hotel. Habis makan malam sengaja tidak ke kamar, tetapi melihat TV pertandingan bola World Cup, antara Cameroon yang dibintangi oleh Makanaky lawan Netherland. Masuk kamar lewat tengah malam. Hati hati sekali jangan sampai berisik mengganggu pasangan pilot sama pacarnya, sang pramugari. Saya langsung tertidur lelap.

Belum lama terlelap ketika saya dikejutkan oleh suara gaduh seperti orang berkelahi. Reaksi saya langsung bangun secepatnya dan melacak arah suara. Ternyata suara hiruk pikuk itu datang dari tempat tidur seberang. Kadang diselingi dengan jeritan jeritan tak karuan. Atau desah napas yang memburu. Tak terlihat apa apa, oleh karena gelap. Ada sinar remang remang menerobos masuk, tetapi tak membantu penglihatan saya sama sekali. Hanya kadang kadang saja saya merasa ada gerakan kaki yang menyeberang dan menggetarkan tempat tidur saya. Entah kaki sang pilot atau si pramugari. Tak relevan untuk diverifikasi. Saya kembali berbaring dalam kegelapan yang temaram. Mendengar dan menikmati suara suara dua anak manusia yang bercinta. Dalam gelap ternyata bisa mendengar mereka asyik bercinta. Bukan kegelapan yang hening tetapi penuh suara berdesah bersahutan. Batin saya mengeluh tanpa daya. Ngono ya ngono ning mbok aja ngono. Paginya bangun agak siang. Sudah lewat jam tujuh pagi. Kami bertemu di kantin di lantai dasar. Sang pria bilang kalau mereka sudah dapat hotel yang murah dan nyaman. We will not disturb you anymore with our physical exercise. Saya hanya bilang, enjoy your vacation.

Dua puluh tahun lewat, awal dua ribu sepuluh. Nyi didiagnosis menderita tekanan bola mata meninggi (glaucoma). Tidak boleh tidur dalam gelap. Harus pasang lampu sepanjang malam, supaya tekanan bola mata tak meninggi. Sejak lama memang dia tak bisa tidur dalam gelap. Kami selalu berselisih prekara lampu tidur. Ketika masih muda dia pernah mengeluh, katanya saya bosan melihat wajahnya saat tidur. Terpaksa harus pakai lampu, walaupun hanya samar samar. Sekarang kami sudah sepakat, mulai tidur pakai lampu. Jika salah satu sudah tidur, kami boleh pindah kamar. Saya meneruskan tidur dengan lampu mati atau NYI meneruskan tidur dengan lampu menyala terang. Hak azasi pasangan manula. Tak ada desah memburu. Sudah terlalu tua untuk bergelut dalam kegelapan. Demi transparansi harus pasang lampu. Good governance and transparency in bed. Edan, prinsip transparansi dan keterbukaan di bidang politik kok sampai ranjang.

Salam damai
Ki Ageng Similikithi
Manila, 18 Juli 2011.
http://www.facebook.com/profile.php?id=772324939&sk=notes#!/note.php?note_id=10150260810303467

Psikiater

“Horas bah. Lamo nggak basuo boss”. Saya menyapa dan menyalaminya dengan hangat. Kami bertemu untuk rapat di salah satu RS Jiwa di Jawa tengah di tahun 1998. Dr. Sus, seorang psikiater menjabat direktur disana, semenjak dua tahun sebelumnya. Dia memandang saya dengan tatapan aneh waktu itu. Mungkin pangling dan kaget. Karena selama hampir delapan tahun tidak bertemu. Tetapi menjawab. “Horas bung. Ketemu di sini, silahkan duduk”. Saya merasa agak aneh. Reaksinya terasa agak dingin dan asing. Dia senior saya waktu menjalani pendidikan dokter. Kami sempat akrab ketika sama sama ko skap di bagian Psikiatri. Orangnya tampan dan kalem. Seorang pemain band, tokoh mahasiswa populer di kampus. Isterinya dokter seorang ahli anak yang cantik. Selama beberapa tahun sebelum menduduki jabatannya sekarang Dr. Sus bertugas sebagai direktur rumah sakit jiwa di luar Jawa.

Pagi itu rencana akan menanda tangani kerja sama penelitian dengan rumah sakit yang dipimpinnya. Saya berangkat dengan tim lengkap dari Yogya. Saya lihat tim sponsor dari Jakarta juga sudah hadir lengkap di ruangan. Jam menunjukkan sudah lewat jam 1100. Rencana rapat mulai jam 11. Dr. Sus nampak gelisah, bolak balik melihat ke arah pintu depan. Seperti ada seseorang yang dinanti nanti. Kadangkala dia menatap saya. Tatapannya aneh. Kadang2 menggelengkan kepala, mungkin ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya.

Saya tanya ke salah satu staf, mengapa acara belum juga mulai. Jam satu kebetulan ada janji mau ketemu dengan teman lama di lapangan Tidar. Staf saya berbicara sebentar dengan staf Dr. Sus. Kemudian datang ke saya, memberitahu kalau Dr. Sus masih menunggu seorang teman dokter dari Yogya, Dr. Santoso. Saya terhenyak. “ Ya saya ini orangnya”. Staf tersebut nampak terkejut. Lalu kembali memberitahu Dr. Sus, jika yang ditunggu sudah hadir. Saya memang sudah tilpon dia beberapa hari sebelumnya, mengatakan jika saya akan datang sendiri, saat penanda tanganan kerja sama.

Setelah diberitahu oleh stafnya, Dr. Sus memandang saya dengan tajam dari seberang ruang. Dia menggeleng gelengkan kepala dan langsung mendekati saya. “Dancuk, tak enteni wiwit mau sampeyan”. Saya ketawa dan menyalaminya. “Saya sudah di sini hampir setengah jam”. “Lha sampeyan ndadak bilang horas bah, pangling saya. Saya kira pasien saya”. Batin saya menggerutu, teman lama kok dikira pasien. “Sori ya pak, ada pasien saya mirip sampeyan, selalu bilang horas bah setiap kali datang periksa”. Kami ketawa bebas. Seperti jaman waktu ko skap di bagian jiwa dulu.

Acara penanda tanganan berlangsung singkat dan lancar. Hanya pas pidato menyebut nama saya, dia nampaknya tak dapat menahan geli. Berhenti sejenak, menahan tawa dan menggelengkaan kepalanya. Mungkin geli karena peristiwa pertemuan barusan. Dalam acara makan siang kami sempat ngobrol.“Anda psikiater hebat bung. Masih main musik aktif”. Dia mengingatkan saya saat tentamen waktu akhir ko skap, gurubesar almarhum yang kami hormati bercanda mendamprat saya. “Mas kalau ada dua orang saja seperti sampeyan jadi psikiater di Yogya, separoh penduduk Yogya bisa malah jadi gila semua”. Saya ingat Dr Sus saat tentamen di tahun 1974, bisa menjawab semua pertanyaan dengan lancar dan meyakinkan. Sehabis makan siang saya pamitan. Tim saya dan timnya Dr. Sus masih bertemu membicarakan masalah teknis dan koordinasi penelitian.

Meski ada insiden konyol tersebut, hubungan kami tetap baik. Saya memang mengaguminya sejak mahasiswa dulu. Dia aktifis mahasiswa penuh kharisma dan gemar main musik. Peristiwa konyol itu mengingatkan saya sewaktu ko skap psikiatri di tahun 1974 dulu. Kami berempat tugas di rumah sakit Pugeran Yogyakarta. Dia suka cerita yang aneh aneh. Suatu siang sebelum pulang Dr. Sus bercerita. Dia masih ko as waktu itu. Belum jadi dokter. Belum jadi psikiater. “Ki membedakan perilaku psikiater dengan pasiennya kadang kadang sulit. Inilah ceritanya”.

Seorang psikiater senior secara rutin melakukan konsultasi dengan pasien pasiennya tiap hari di kamar dokter di rumah sakit. Di depan ruang dokter tadi ada sebuah ruangan kosong yang belum terisi. Rencana akan dipakai untuk ruang periksa juga. Suatu hari dia melakukan konsultasi psikiatriknya. Secara urut pasien datang ke kamarnya beraturan.

Pasien pertama, seorang pria, setelah selesai konsultasi, keluar dari ruangan. Sebelum pergi pasien itu menengok kamar kosong didepan kamar periksa dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Seolah ada sesuatu yang aneh di sana. Sang psikiater heran, ada apa kok pasien sepertinya melihat sesuatu di kamar sana.

Pasien kedua, seorang wanita, begitu keluar ruangan selesai konsultasi, pasien juga menengok kamar kosong, lalu menggeleng gelengkan kepala dengan jelas. Seolah ada sesuatu yang membuatnya kaget dan heran. Sang psikiater mengamati dengan penuh tanda tanya.

Pasien ketiga, seorang wanita begitu keluar ruang periksa, juga menengok kamar kosong di seberang, dan menggeleng gelengkan kepalanya, seolah penuh dengan tanda tanya dan rasa kaget.

Sang psikiater, tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ada apa kok pasien pasien ini selalu menggelengkan kepala keheranan melihat ruang di depannya. Dia berdiri dan keluar mengecek ada apa di kamar seberang. Ternyata dia tidak menemukan sesuatu. Hanya ruang kosong. Dia berpikir. “Dasar orang gila, tak ada apa apa kok geleng geleng kepala”. Dia menggerutu sambil menggeleng gelengkan kepalanya sebelum kembali ke kamar periksa. Tiba tiba saja semua pasien yang sedang menunggu untuk konsultasi dengan sang psikiater, ramai ramai berdiri, berebut menengok kamar kosong itu. Lalu serentak menggeleng gelengkan kepalanya.\


Saya ingat kami tertawa tergelak gelak mendengar cerita Dr. Sus waktu itu. Namun insiden konyol di tahun 1998 itu tak pernah mengurangi rasa hormat dan kagum saya pada teman teman saya yang berkarier di bidang psikiatri. Saya selalu mengagumi mereka. Merekalah ujung tombak kesehatan jiwa di Indonesia. Hanya jika ingat cerita Dr. Sus dan kisah konyol di rumah sakit jiwa itu, saya tak bisa menahan geli dan seara tak sadar menggelengkan kepala saya. Edan ketularan psikiater aku. Moga moga teman teman psikiater saya tidak marah membaca cerita ini.

Salam damai, Ki Ageng Similikithi
Manila 10 Juli 2011.
http://www.facebook.com/profile.php?id=772324939&sk=notes#!/note.php?note_id=10150252962418467

Bercinta dengan bidadari

Terpana saya mendengar ceritanya. Eyang Hargana, seorang dukun renta di kampung Serengan Solo. Malam Anggoro kasih, tahun 1967. Baru saja dia sembuh dari sakit, tak sadarkan diri beberapa hari. Sakit lever. Dalam pengembaraan mimpinya, dia bermadu asmara dengan seorang bidadari jelita. Dewi Supraba, yang konon tak pernah pakai beha atau celana dalam. Kenikmatan tiada tara. Namun dia ingin kembali ke mayapada. Demi tugas mulia membimbing para murid yang setia. Puluhan murid terlolong mendengar kisahnya. Mas Tarno, yang suka main perempuan, mendesah. “Enak enak karo widadari kok ndadak bali nang ngalam donya mikir murid gemblung ora nggenah”.

Tahun 1961, saya main sepak bola di alun alun Van de Paal, Ngampin. Saya tendang bola dari tengah lapangan. Slamet, si penjaga gawang melolong bingung. Tak mampu menangkap nya. Suara gemuruh bergema memenuhi lapangan. Seorang wanita cantik gemulai putih bersih menggapai tanganku. Dengan lembut menggamit ku ke luar lapangan. Bersamanya saya melayang bersembunyi ke balik awan. Kenikmatan luar biasa. Belum pernah rasa surge saya rasakan sebelumnya. Ah ternyata hanya mimpi. Eyakulasi pertama kali dan mimpi bersama bida dari.

Impian dan imajinasi klasik para pria Jawa. Bercinta dengan bidadari. Sang Raja pun berpacaran dengan Nyai Loro Kidul. Jumadi, teman saya di sekolah rakyat lebih realistis. Kalau bisa mimpi bercinta dengan Sisu, teman sekelas kami, akan berbahagia sekali. Impian itu tak pernah datang. Terlalu realistis untuk sebuah mimpi. Kalau mimpi bercinta, mimpilah dengan bidadari surga. Jangan mimpi bercinta dengan seorang tetangga.

Salam damai
Manila, 8 Juli 2011
http://www.facebook.com/profile.php?id=772324939&sk=notes#!/note.php?note_id=10150250226018467

Thursday, June 30, 2011

Vaginoplasty

“ Lampu” teriak Dr. Pram memecah kesunyian di kamar operasi. Pagi itu di awal tahun 1974, beliau sedang melakukan operasi vaginoplasty di rumah sakit Kandungan dan Kebidanan Mangkubumen, Yogya. Terhenyak saya mendengar teriakannya. Saya masih ko-asisten mendapat tugas mengarahkan lampu ke daerah operasi. Cepat cepat saya benarkan arah sinar lampu. Perhatian saya terganggu karena permintaan mas Pur, fotografer yang bertugas mengabadikan jalannya operasi. Kami tidak begitu terkejut akan teriakan Dr. Pram, kebiasaannya memang begitu. Mas Pur, fotografer itu kadang2 terlalu aktif di hadapan ko as, melebihi para dokter asisten ahli.

“ Siapa yang menyiapkan pasien ini?”. Ganti pertanyaan ditujukan ke asisten operasi. Almahum Dr. Suro, sedikit terkejut. “Kok kurang bersih gimana sih ?”. Dokter Suro coba menjelaskan. “Tadi saya cek, rambutnya sudah bersih dicukur Dok”. “Mas, saya tidak tanya cukur pubes. Tetapi itu organ yang mau digarap kok masih kotor dan bau”. Tim asisten operasi semua terdiam. Tak ada gunanya mencari dalih. Dr. Suro dengan sabar membersihkan vagina dan daerah sekitar vagina.


Dr. Pram kemudian mulai operasi trans vaginal. Hati hati sekali memotong dan menyambung jaringan jaringan yang telah kendor. Pasien mengalami prolapsus vagina. Organ vagina melorot oleh karena otot2 dan jaringan penyangga sudah kendor. Pasien berumur sekitar lima puluh tahun. Isteri seorang pejabat di propinsi. Alasan operasi memang pertimbangan medis semata mata. Sambil operasi, Dr. Pras cerita, jika pasien ini adalah kasus ketiga yang dioperasi dengan teknik ini. Temannya di Denpasar telah melakukan operasi sebanyak tujuh kali. Mereka janji akan mempresentasikan hasilnya di konggres nasional tahun depan. Ada semacam pacuan di antara kedua sahabat itu. Operasi berjalan lancar, selesai dalam waktu dua jam.

Vaginoplasty adalah operasi yang bertujuan untuk merekonstruksi kelainan di organ vagina, penunjang vagina dan jaringan mulut vagina karena berbagai sebab (http://en.wikipedia.org/wiki/Vaginoplasty ). Yang paling sering adalah kelainan karena mengendornya jaringan otot vagina dan penunjang vagina, sehingga kantung vagina melorot turun. Jelas ini membawa dampak terhadap fungsi seksual, terhadap bentuk estetika vagina dan juga menyebabkan keluhan tidak enak untuk pasien. Sebagian besar alasan vaginoplasty adalah karena pertimbangan medis dan kesehatan.

Namun dengan berjalannya waktu dan membanjirnya budaya komersial, disertai meningkatnya tuntutan dan selera kaum wanita, semakin banyak operasi vagionaplasty yang tujuannya bukan semata mata untuk rekonstruksi medis, tetapi untuk tujuan estetika semata mata. Untuk memperbaiki penampilan vagina dan alat alat sekitar vagina, misalnya bibir vagina, jaringan klitoris. Yah mungkin biar penampilannya lebih cantik menawan dan memikat pasangan. Bahkan juga untuk menutup kembali selaput dara yang telah robek karena perkawinan. Ini semata mata hanya indikasi social, bukan medis. Karena ada permintaan pasar, tak ayal lagi pelayanan vaginoplasty estetika semakin populer, semakin mahal dan jadi simbol gengsi.

Vaginoplasty estetika populer dikalangan kaum wanita kelas atas yang berduit dan kalangan selebriti. Mungkin demi gengsi, atau demi meningkatkan popularitas di kalangan penggemar. Walau sudah kawin, hymen atau selaput dara yang sudah robek atau hilang, bisa ditautkan kembali atau ditambal dengan jaringan lain. Perawan kembali walau hanya secara artifisial. Dalam konteks non rekonstruksi, vaginoplasty juga bisa untuk meremajakan kembali jaringan vagina, mengembalikan kekencangan otot otot dan meningkatkan penampilan estetika dan kepuasan sang pasangan.

Tak dimungkiri, kini vaginoplasty seolah menjadi bagian budaya popular kelas atas, kalangan orang berduit dan selebriti. Bukan lagi hanya sekedar untuk memperbaiki disfungsi vagina karena sebab sebab medis seperti yang digambarkan dalam operasi di atas. Orang bisa minta dioperasi agar Ms. V bisa tersenyum manis menarik sang pasangan. Bisa untuk memperbaiki penampilan bibir vagina. Ada bibir yang mungkin terlalu besar, bergelantungan tak beraturan, bisa diperbaiki supaya bisa mungil dan menawan. Mungkin juga beralasan. Jika penampilan Ms. V tidak menawan, serong ke kiri, serong kekanan, dengan bibir bergantungan tak beraturan, bisa bisa sang burung tidak mau berkokok, mampir, apalagi masuk. Manusiawi lah.

Yang menjadi berlebihan karena kemudian ini dipromosikan sebagai salah satu simbul budaya pop kelas atas. Budaya kekinian yang mahal. Bayangkan bagaimana bangganya sang selebriti kita DP sesudah menjalani vaginoplasty selaput dara (http://kayosakti.blogdetik.com/2011/06/04/dewi-persik-perawan-lagi-biarpun-janda/). Mungkin bagi yang bersangkutan ini sebagai aktualisasi diri sebagai artis papan atas. Bahkan tripnya digabung dengan umroh, biar semakin afdol. Bagi sang produser, meningkatnya popularitas bisa untuk menggaet penggemar, menggaet pasar. Bayangkan bila image sang selebriti tersebar luas, wah Ms. V nya sudah melorot, sudah kendor, sudah miring sembilan puluh derajad. Jelas para penggemar lari. Sori mek sori sori. Ini harus dicegah secara proaktif, vaginoplasty, walau harus bayar milyaran.

Ketika saya omong omong dengan beberapa teman ahli kandungan dan kebidanan, menghadapi komersialisasi dan penyebarluasan image vagionaplasty ini di kalangan orang berduit dan selebriti papan atas, ada ada saja inovasi yang mungkin bisa dilakukan. Perlu langkah langkah untuk menyelaraskan (alignment) dengan merebaknya budaya korupsi, penyimpangan, politik uang di tanah air. Saya sarankan dokter dokter tersebut membuat inovasi teknologi dan kemitraaan (alliance) dengan pengusaha melalui mekanisme pasar. Sokur kalau bisa dipasarkan untuk ekspor. Salah satu inovasinya, bagaimana kalau dokter dokter itu bekerja sama dengan produsen jenang atau wajik. Entah jenang Kudus atau dodol Bandung, untuk menyubal Ms. V saat vaginoplasty biar tambah lekat. Atau kemitraan dengan pedagang rujak cingur, biar aromanya semakin aduhai dan menggoda.

Wah wah wah edan kabeh. Maaf malah ngelantur. Terlalu vulgar mungkin.

Salam damai

Ki Ageng Similikithi

Manila, 30 Juni 2011
(http://www.facebook.com/profile.php?id=772324939#!/note.php?note_id=10150244848488467)

Ciuman bibir

Terhenyak saya membaca tulisan di Kompas yang mengatakan bahwa banyak wanita Indonesia yang tidak tahu dan tidak merasakan puncak kenikmatan hubungan seksual (orgasmus) dengan pasangannya (http://health.kompas.com/index.php/read/2011/06/26/22443255/Banyak.Perempuan.Tak.Tahu.Orgasme). Tulisan semacam ini memang sudah banyak di terbitkan di kepustakaan. Tetapi kali ini berdasarkan pengalaman yang diungkapkan oleh seseorang yang sangat banyak mengamati dan mendalami permasalahan hubungan pria dan wanita di dunia nyata, Liany Hendranata. Pandangannya bukan semata mencerminkan pandangan teori dunia akademis, tetapi mencerminkan apa yang banyak dialami wanita di dunia nyata.

Saya bukan ahli dalam seksologi. Juga bukan marital counselor. Tetapi sejak tulisan ringan tiga tahun lalu tentang ciuman pipi (http://www.facebook.com/notes/ki-ageng-similikithi/tulisan-lama-3-tahun-lalu-cipika-cipiki-di-kolom-kta-kompas/10150243731363467) banyak komentar dan masukan yang berkaitan dengan ciuman bibir dan masalah kepuasan puncak hubungan seksual. Karena saya bukan ahlinya, dan saya juga tidak mengkhususkan tulisan saya dalam hubungan seksual , maka komentar dan masukan tersebut tak menjadi bahan ulasan lebih lanjut. Tetapi membaca pendapat Liany Hendranata dalam rubrik kesehatan Kompas tadi, saya ingin ungkap beberapa kasus, mungkin bermanfaat sebagai masukan, renungan dan bahan diskusi. Terutama untuk kalangan wanita mengenai masalah ciuman bibir dan puncak kepuasan seksual.

Coba kita simak kasus kasus dibawah ini. Silahkan komentar dan bagi bagi pengalaman, analisis dan pandangan. Bukan dari sisi ahli, tetapi dari sisi pelaku yang mengalami sendiri. Kasus kasus ini datang lewat dunia maya mengomentari tulisan tulisan di atas.

Kasus pertama.
Seorang wanita karier, pendidikan tinggi dari kelompok menengah, umur sekitar empat puluh tahun. Berkeluarga dengan suami seprofesi, selisih umur kira kira sepuluh tahun. Suami pilihan sendiri dan ada masa pacaran beberapa tahun sebelum kawin. Putra tiga, yang nomer satu sudah hampir masuk universitas. Karier profesi berjalan bagus dengan jejaring luas. Mengatakan bahwa selama lebih lima belas tahun terakhir semenjak kelahiran putri pertama tidak pernah merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan seksual. Juga tidak pernah lagi melakukan ciuman bibir bersama sang suami seperti saat pacaran dan saat awal perkawinan. Bahkan mengatakan sudah lupa cara dan rasa berciuman bibir. Hubungan seksual dilakukan hanya sekedar menjalani tugas sebagai isteri. Hubungan dengan suami dingin karena sebab yang tak diungkapkan. Tak pernah mengungkapkan masalah ciuman dan hubungan seksualnya dengan sang suami. Tak pernah melakukan hubungan dengan orang lain, meski punya kawan dan jejaring luas.

Kasus kedua
Seorang wanita muda dengan pendidikan tinggi, umur awal tiga puluhan, baru merangkak membina karier profesi. Juga mempunyai usaha swasta. Berputra tiga dan bersuamikan seorang pengusaha muda. Belum mapan benar. Suami sangat sibuk dalam berusaha sehingga nampaknya waktu dan perhatian untuk isteri dan keluarga tidak optimal. Dia mengatakan sudah 7 tahun lebih tidak pernah melakukan ciuman bibir. Masih berhubungan badan tetapi kurang optimal karena kesibukan suami. Paling banter sebulan sekali dua kali. Masih bisa menikmati puncak kenikmatan seksual, tetapi sudah menurun. Tidak seperti waktu awal perkawinan. Hubungan seksual hanya cepat cepatan asal puas. Asal cepat selesai. Ingin sekali merasakan kembali berciuman bibir, tetapi tak sampai hati mengatakan keinginanya ke sang suami. Walaupun berkomitmen sangat kuat untuk tetap mendampingi suami, dia merasa rasa cinta dan simpati ke suaminya mulai menyurut. Bertransformasi menjadi rasa kasihan. Berkeingian kuat untuk menikmati kenikmatan berciuman bibir, ingin menikmati kembali cumbu rayu, dan ingin lebih menikmati puncak kepuasan seksual.

Kasus ketiga
Seorang ibu rumah tangga, umur lewat pertengahan lima puluhan, pendidikan menengah. Suami selang umur 3 tahun lebih tua. Pernah punya usaha, ditinggalkan karena mengikuti kesibukan suami. Berkecukupan dengan status sosial bagus. Tak banyak kawan dan jejaring social. Putra 5 sudah berkeluarga semua. Suami dikenal sejak mahasiswa dan pacaran beberapa tahun sebelum kawin. Ciuman bibir masih dilakukan dengan hangat walaupun tak membara seperti di jaman pacaran dan waktu masih muda. Masih menikmati hubungan seksual dan puncak kenikmatan seksual, walau tidak sesering sewaktu masih muda. Puncak kenikmatan seksual dalam berhubungan dinikmati semenjak pacaran dengan sang suami. Sekarang hanya seminggu sekali atau lebih jarang. Sejak awal perkawinan selalu berhubungan badan dengan suami setiap hari, atau paling istirahat sehari dalam seminggu. Komunikasi dengan suami cukup tebuka mengenai masalah seksual walau tidak sampai vulgar.


Apakah yang bisa dipetik dari ketiga kasus di atas ?

Masalah kepuasan seksual dan status hubungan pasangan suami steri sangat kompleks dan multi dimensi. Tak bisa disangkal jika hubungan emosional dan keharmonisan hubungan antara masing masing anggota pasangan sangat menentukan. Ada hubungan dekat antara kebiasaan berciuman bibir, ber mesraan dan bercumbu rayu antara kedua anggota pasangan dengan kemampuan untuk mencapai puncak kenikmatan seksual. Ketidak mampuan melakukan ciuman bibir mungkin bisa menjadi tanda awal munculnya masalah hubungan seksual dan masalah keharmonis hubungan ke dua pasangan.

Juga ada hubungan dekat antara kegagalan berkomunikasi antara kedua anggota pasangan dengan meningkatnya masalah hubungan seksual yang mulai dengan masalah ciuman bibir. Saya merasa kaget di alam keterbukaan komunikasi saat ini, masih banyak pasangan yang tak mampu mengembangkan budaya keterbukaan dalam kebiasaan berciuman dan berhubungan badan.

Tak ada gunanya buka buka jika tidak disertai dengan cumbuan cumbuan mesra. Jangan membiasakan diri untuk buka buka, asal cepat terpuaskan. Rebat cekap nimas. Itu tak bertanggung jawab.

Sekali lagi, saya bukan ahlinya. Ini pandangan awam saja. Pandangan anda berdasarkan pengalaman masing masing akan sangat berharga demi pembaca yang lain. Masihkan anda berciuman bibir ? Masihkah anda menikmati puncak kenikmatan seksual ?

Bersatulah para wanita, untuk menikmati cumbu rayu, untuk menikmati ciuman bibir, untuk menikmati puncak kepuasan seksual, dengan orang yang anda cintai. Hidup adalah pilihan. Bukan takdir dan suratan tangan.



Salam sejahtera

Ki Ageng Similikithi

Manila, 29 Juni 2011.

Kisah perjalanan anak manusia - cerita dari seberang lautan

Sudah beberapa hari hujan angin mendera tanpa ampun. Hari Jumat kemarin transportasi Manila lumpuh karena banjir. Terpaksa akhir pekan hanya tinggal di rumah. Kadang menghabiskan waktu, melanglang jagad maya lewat internet. Jam sepuluh malam tadi ada titik merah di kotak chatting face book. “Selamat malam Ki. Happy week end”. Pesan dari Yulia yang tinggal di HongKong. Saya mengenalnya sejak beberapa minggu lalu. Dia bekerja di Hong Kong sudah enam tahun. Saya menjawab singkat “Terima kasih, tak ada happy week end. Typhoon dan banjir”. “Typhoon dari Filipina sudah sampai di HongKong siang tadi Ki. Hanya lewat sebentar. “

Kemudian kami terlibat dalam percakapan maya yang asyik.. Dunia maya memberi kesempatan banyak orang untuk saling menyapa dan memberi salam, di manapun mereka berada. Semua serba cepat. Kadang bisa lihat foto kawan diseberang. Edan, kemajuan teknologi tak terbayangkan. “Jika punya waktu banyak, saya ingin cerita agak panjang ya Ki. Tentang pengalaman hidup ” “Silahkan, terima kasih kepercayaanya. Saya menjadi pendengar setia”.

Paragraf demi paragraf pesannya datang mengalir. Kadang tergangggu hubungan internet. “Keluar masuk secara teratur Ki”. Ceritanya deras dan teratur. Saya menyimak kalimat demi kalimat. Tak menyela sedikitpun. Di akhir cerita, saya bertanya apakah kisahnya dapat dirangkum dan dinaikkan ke internet. Mungkin bisa jadi bahan pemikiran pembaca. Yulia sepakat. Nama dan tempat disamarkan. Kami sempat bertukar pikiraan. Konsultasi lah istilah gagahnya. Edaaan ah, jadi konsultan hubungan asmara dunia maya.

Pagi ini saya buka rekaman catatannya. Agak kesulitan merekonstruksi jalan cerita.. Biasanya dalam format wawancara, ada pertanyaan dan ada jawaban. Tetapi ini menampung cerita lewat pesan maya. Saya susun kembali dengan hati hati, inilah ceritanya.

Setelah lulus SMA, Yulia diajak paman ke Jakarta. Paman waktu itu lagi sukses sebagai penata artistik film hingga bisa meraih piala Citra. Jangan disela ya Ki, biar saya selesaikan dulu ceritanya. Sambil les komputer Yulia melamar pekerjaan dan diterima di satu perusahaan yang waktu itu lagi buka banyak restoran. Yulia bekerja di salah satu restoran milik perusahaan tersebut, di Jakarta. Saat kerja di sana Yulia bertemu dengan seorang pejabat yang menjadi salah satu wakil pimpinan instansi penting di bidang perhubungan. Namanya pak Rasid.

Pak Rasid sudah punya isteri dan lima anak sebenarnya. Tetapi singkat cerita Yulia nikah sama dia di tahun 1992. Pak Rasid cinta setengah mati sama Yulia. Dia seorang anggota militer yang waktu itu diperbantukan ke instansi sipil di mana dia bertugas. Keluarganya semua tahu, juga anak anaknya, kalau pak Rasid menikahi Yulia. Isteri pertamanya menderita sakit kanker leher rahim, sehingga tak bisa lagi melayani suami. Bisa dimaklumi.

Keberuntungan datang bertubi semenjak perkawinan kami. Sebulan setelah nikah dengan Yulia, pak Rasid di promosikan menjadi kepala kantor cabang di Jakarta. Jabatan barunya bisa dikatakan lebih basah saat itu. Baru setahun di sana, dipindah ke Kepala Bagian Perijinan di kantor propinsi. Promosi yang luar biasa. Semula Yulia tinggal bersama pak Rasid di Jakarta. Tetapi kemudian pindah ke Tangerang, dekat dengan rumah orang tua Yulia.. Orang tua Yulia punya toko di Tangerang. Kami tidak dikaruniai anak. Sesudah dua tahun perkawinan, ternyata baru saya tahu kalau suami gak bisa lagi punya anak karena sudah di vasektomi, setelah kelahiran anaknya yang ke lima. Isteri sama anak anaknya tinggal di Bandung waktu itu. Yulia menjalani rumah tangga dengan pak Rasid selama empat belas tahun. Pisah di tahun 2006. Banyak ceritanya. Ada pertanyaan Ki, kok diam saja ?

Pak Rasid datang dari keluarga terpandang di Bandung. Saudaranya banyak yang menjadi pejabat tinggi, termasuk di militer. Keluarganya juga banyak yang jadi pengusaha. Hubungan Yulia dengan keluarga pak Rasid baik baik saja. Keluarga besarnya menerima kehadiran Yulia. Selama jadi isterinya, Yulia yang selalu di ajak kemana mana. Isteri pertamanya sudah nggak mau diajak. Pak Rasid tinggal sama saya di Tangerang, kalau anak anaknya ada perlu, mereka akan tilpon, baru pak Rasid pulang ke Bandung. Anak anaknya semua sudah sukses.

Pak Rasid terbiasa hidup di dunia keras sebelum menduduki jabatannya saat itu. Sebelum nikah sama Yulia dia suka mabuk, judi dan main perempuan. Tenang Ki, saya masih cerita ini. Setelah nikah dia berobah total. Tentu dengan perjuangan dan pengorbanan berat yang mesti Yulia lalui. Pak Rasid sangat temperamental, bertahun tahun Yulia bersabar menerima pukulan, hajaran dan siksaan hanya karena masalah masalah yang sangat sepele. Bahkan terakhir dia mau bunuh Yulia dengan gunting yang sudah siap dia tancapkan ke perut Yulia. Saya mempertahankan nyawa saya walau sampai harus berdarah darah. Yulia sebenanrya sangat berharap dia dapat berubah dan tidak menyakitinya lagi.

Pak Rasid selalu bilang, kalau dia memanggil atau membutuhkan Yulia, nggak peduli apapun harus cepat datang dan melayani. Jika tidak dia akan cepat emosi dan turun tangan, Jika tilpon ke rumah yang angkat tilpon bukan Yulia, dia akan marah besar. Dan saya harus selalu siap menerima kemarahannya dan kekerasannya. Suatu saat Yulia diajak ayah untuk nyekar ke makam kakek, saat pak Rasid sedang ke Bandung. Kebetulan dia tilpon ke rumah, saya nggak ada, waktu pulang dia ngamuk dan marah besar. Semua barang dilemparkan ke saya. Saya dipukuli habis habisan. “Kamu melanggar aturan suami. Ijin nengok orang tua kok malah nglayap ke mana mana”. Saya tak pernah menceritakan kekasarannya ke orang tua saya.

Suatu malam setelah mengalami siksaan, ketika dia lengah saat shalat subuh Yulia kabur dari rumah lari ke rumah orang tua. Saya sujud sama orang tua dan menceritakan semua masalah yang Yulia alami selama empat belas tahun. Saya tidak pernah mengadu ke orang tua sebelumnya. Singkat cerita Yulia mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama. Gugat cerai dikabulkan pengadilan setelah satu tahun. Paman Yulia ada yang bekerja di KUA, beliau yang membimbing saya di pengadilan agama. Yulia kemudian lari jauh ke HongKong sampai sekarang karena mantan suami mengancam kalau ketemu dimanapun akan dibunuh.

Saya sudah sering bilang sama dia tolong jangan sering sakiti saya. Kalau habis kesabaran Yulia tak ada celah sedikitpun untuk dia. Selama ini Yulia selalu memaafkan dia. Terakhir saat Yulia memutuskan cerai, dia sujud di kaki dan menangis sejadi jadinya. Tetapi saya sudah tutup semua celah untuk dia keluar masuk.

Jika pas nggak marah dia cinta setengah mati sama saya. Semua permintaan selalu diberikan. Kami sering pelesiran, banyak kali ke Bali. Dia sangat menyayangi Yulia. Saya hanya minta jangan disakiti. Secara ekonomi, dia tidak ngerem, apa saja selalu diberikan untuk memanjakan Yulia. Jika lagi baik, apapun yang saya ucapkan akan segera dia turuti. Beli harta apapun pasti atas nama Yulia. Pada saat cerai di tahun 2006, dia meninggalkan dua rumah dan tanah untuk Yulia. Ki habis ceritaku. Ki saya lega bisa cerita tentang kisah saya. Masih membaca?


Itulah yang diceritakan Yulia suatu semalam lewat chatting. Semua jelas dan gamblang walau hanya dari satu sisi. Beberapa saat saya kemudian bertukar pesan dengannya. Tak ada pretensi untuk menggurui. Tidak sok bijak menasehati. Yulia telah menjalani kisahnya selama empat belas tahun. Banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik. Dia pasti bisa memutuskan yang terbaik untuk perjalanan ke depan.

Banyak wanita mempunyai kebahagiaan semu, berkeinginan memperbaiki tabiat dan kelakuan hitam sang pasangan melalui perkawinan. Berkeinginan berkorban dan menderita fisik ataupun emosi, demi kebahagiaan pasangan. Itu hanya masokisme. Hidup bukanlah hanya untuk berkorban, untuk menderita demi pasangan. Hidup adalah perjalanan bersama. Bahagia bersama. Berjuang dan berkorban bersama, demi masa depan bersama dengan orang yang dicintai dan mencintai.

Akhirnya Yulia cerita akan kembali ke Indonesia tahun depan. Ingin memulai lagi hidup baru, bersama pasangan yang dikenalnya di dunia maya. Dia baik sekali , pesan pesannya selalu lembut di dunia maya. Dunia maya sering mempertemukan pasangan dan kawan hidup.

Kebahagiaan adalah pilihan dalam perjalanan hidup yang panjang. Jika salah langkah suatu saat orang harus berani memutuskan kembali ke jalan semula. Dan meneruskan perjalanan selanjutnya. Hidup bukan sekedar berkorban sia sia, bukan sekedar menderita. Banyak dari kita yang tak berani mengambil keputusan untuk kembali ke jalan semula.



Salam damai, hidup adalah karunia yang harus di dinikmati dan dijalani bersama seseorang yang kita cintai.



Ki Ageng Similikithi

Manila 26 juni 2011.

Friday, March 25, 2011

Bulan Pakai Payung


Siang itu terasa gerah dan panas. Baru saja selesai tugas di poliklinik. Akhir musim hujan di tahun 1974. Saya sedang tugas di rumah sakit Tegalyoso Klaten waktu itu. Perasaan selalu gelisah semenjak kematian pasien emboli paru beberapa hari lalu. Ceritanya pernah saya ungkapkan di Koki (27 September 2007). Mengingatkan saya akan tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Tertinggi di antara negara2 tetangga dan termasuk urutan tinggi di Asia . Sebagian karena penyakit kehamilan dan gangguan melahirkan. Tragis menyedihkan.

Ingatan saya melayang ke gadis MUR yang saya kenal beberapa waktu lalu. Perkenalannya begitu tak terduga. Tiba tiba saja dia muncul dari balik pintu ketika saya mengantar kakaknya ke rumah pondokan. Saya begitu terpana dan selalu mengenangnya. Pernah saya ceritakan di kolom ini juga. Sejak itu saya rajin menulis surat dan menemuinya. Belum ada ikatan apa apa. Baru tahap pendekatan (PDKT) atau lebihnya ya pacar belum tetap. Baru sampai tahap pegang pegang jari tangan. Namun hati sudah selalu bergetar. Kontak fisik belum merambah ke atas maupun ke bawah. Demarkasi jelas. Hanya hati yang berdesir dengan perasaan melayang layang.

Sejak kematian pasien karena emboli paru beberapa hari lalu, ingatan saya tak pernah lepas dari gadis itu. Ingin menemuinya. Seolah takut sesuatu terjadi padanya. Seolah takut kehilangan dia. Ingin rasanya menepis pikiran saya. GR toh belum ada hubungan apa apa. Belum terucap kata kata cinta. Status hubungan belum tetap. Seperti pegawai negeri, selalu harus mulai dengan status tidak tetap atau honorer. Kalau perlu ber tahun tahun, dengan keharusan kesetiaan melebihi pegawai yang sudah tetap. Getaran getaran hati ini layaknya ungkapan kesetiaan. Tetapi lain dengan kesetiaan pegawai tidak tetap. Pacaran belum resmi, jalan ke sana masih remang remang. Baru pegangan jari. Pegang pegang jari dan tangan bukan jaminan pacaran.

Tak ada tugas lagi sesudah poliklinik tutup. Ada ko as lain yang tugas jaga. Singkat kata kemudian saya sudah sudah berada dalam bis menuju Yogyakarta . Lupa nama bisnya. Tetapi masih ingat karcisnya jurusan Yogya, Solo, Karangpandan. Waktu menunjukkan jam satu siang hari. Hawa panas tak terasa lagi. Tertutup hati yang berdesir membara. Rasa melayang akan ketemu dia. Gadis manis dari balik pintu. Ingin menatap wajahnya yang redup. Senyumnya yang lepas menghanyutkan. Seandainya bisa menggapainya. Membelainya. Memeluknya. Aaaaah lamunan melayang kemana mana. "Bausasran mas. Bausasran. Turun cepat" Tiba tiba si kenek berteriak parau. Nggak tahu mengapa dia harus berteriak menghabiskan suaranya. Mengeringkan pita suaranya. Tak perlu sebenarnya. Kenek malang itu mungkin juga nggak tahu kenapa harus berteriak. Bagian dari kebiasaan saja. "Pimpinan partai boleh teriak. Pejabat bisa pidato lantang. Mengapa saya nggak boleh teriak. Saya ini penguasa nomor dua dalam bis tua ini". Mungkin saja kenek itu berpikir demikian, melihat saya nggak senang dengan teriakannya.

Saya bergegas turun dari bis tua yang suaranya mengaum karena mesin yang memanas.. Waktu menunjukkan jam dua kurang. Panas sedikit berkurang. Naik becak ke jalan Tanjung, dua puluh lima rupiah. Tak ada tawar menawar. Mau jumpa gadis idaman, pantang tawar menawar dengan pak becak. Saya ini mahasiswa. Tas berisi beberapa catatan dan pakaian dalam saya gantungkan di pundak. Pohon jambu di rumah pondokan MUR nampak hijau rimbun. Teringat beberapa minggu lalu, kami selalu duduk di bawah pohon itu berdua setiap akhir pekan. Hanya berbisik dan bercerita ringan.

"Wah nak, MUR belum pulang sejak pagi. Katanya kuliah sampai sore. Ngebut mau ujian" . Ibu kost yang sabar dan baik hati menyambutku ramah. "Ditunggu di dalam saja Nak". "Terima kasih Bu, saya tunggu di luar saja". Kecewa sekali rasanya. Bukan salah dia, bukan salah saya. Keadaanlah yang menyebabkan. Tak bisa kontak tilpun sebelumnya. Saya menunggu di kerindangan pohon itu. Di bangku kayu di mana kami berdua selalu duduk berdampingan di akhir pekan dalam bulan bulan terakhir.. Pikiran saya melayang membayangkannya. Jika dia datang akan kubelai tangannya. Jika dia tersenyum, akan saya sentuh pipinya. Duduk sendirian di bawah pohon jambu. Angin semilir ringan. Rasa katuk kadang datang menyelinap.

Sesaat nampak di kejauhan. Seorang gadis muncul dari persimpangan jalan. Berjalan pelan memakai payung warna merah merona. Matahari condong ke Barat. Angin bertiup pelan. Rambutnya berderai terterpa angin. Rok panjangnya ikut melambai berirama. Dengan langkah langkah ringan. Debu pasir ikut terbang menari bersama angin. Yogya memang berdebu di musim kering. Debu berpasir dari Gunung Merapi. Wajah ayu dibawah payung merah itu. Mungkin dia sudah melihat kalau saya menunggunya. Senyumnya lepas memukau. Saya berdiri memandangnya terpana dari balik pagar. Di bawah pohon jambu.

Kusambut tas kuliahnya, saya letakkan di bangku. Sejenak tak sempat berucap apa apa. "Hai". "Sudah lama KI ? Maaf ya saya kuliah sampai siang. Pulang sama Mica tadi". Tak mampu berkata, saya tertegun memandang wajahnya. Cantik mempesona. Pipinya memerah tertimpa panas. Indah bagai rembulan purnama. Beberapa saat saya hanya memandangnya. Tak sanggup membelai tangannya. Tak mampu menyentuh pipinya. Wajahnya begitu bersih penuh pesona. Bagai rembulan. Rembulan di siang hari. Dalam panas mata hari. Bulan pakai payung. Betapa bahagianya jika saya diberi kesempatan menemani dalam perjalanan perjalanan di panas siang hari. Dalam kesejukan kesejukan malam yang indah. Dalam taburan bulan purnama.

Ah lamunan sekilas tiga puluh lima tahun lalu selalu saja datang. Menyampaikan salam. Mengantarkan senyuman. Senyum yang abadi dalam kenangan. Bulan pakai payung.

Ki Ageng Similikithi



(Dimuat di Kolom Kita Kompas Cyber Community 10 Sept 2008)